IAW Minta Kinerja Penyidikan Polres Jakut Diaudit

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 01 Agustus 2018, 05:01 WIB
rmol news logo Indonesia Audit Watch (IAW) menilai langkah jajaran Polres Jakarta Utara patut dipertanyakan.

Pasalnya kasus yang menjerat pengusaha bernama Tony sebagai tersangka dugaan penipuan dan pengelapan bisnis senilai Rp 1,7 miliar dari PT Bajamarga Kharisma Utama (BMKU) masih diteruskan, padahal Polda Metro Jaya sudah menerbitkan SP3 atau penghentian penyidikan karena tidak cukup bukti.

"Kasus yang sama biasanya tidak bisa dipidanakan dua kali, apalagi jenjang polda lebih tinggi. Sehingga jadi pertanyaan kok polres bisa menindak seakan tidak ada standar penyidikan di Polri. Jika dalihnya polres menemukan bukti baru maka hal itu perlu diaudit dan dilakukan uji pencocokan antara penyidik polda dan polres," jelas Ketua Pendiri IAW Junisab Akbar dalam keterangannya, Rabu (1/8).

Dia mengatakan, sangat disesalkan langkah Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang telah maksimal sistem manajemen penyidikan berstandar SNI ISO 9001:2015 di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, namun di tingkatan bawah malah tidak berjalan. Seperti terjadi di Polres Jakut, di mana surat pemberitahuan dari Kejaksaan Negeri Jakut sudah menyatakan P21 terhadap kasus tersebut.

"Apalagi sudah ada Peraturan Kapolri 14/2012 tentang Manajemen Tindak Pidana, pada butir 17 disebut bahwa tahap penyidikan melalui SPDP sudah harus masuk ke tangan kejaksaan maksimal tujuh hari. Nah, kenapa pemberitahuan SP3 dari polda ke kejaksaan tinggi seperti tidak berarti apa-apa di saat pihak polres melayangkan SPDP kepada Kejari Jakut," papar Junisab.

Mantan anggota Komisi III DPR RI itu menekankan, pada panggilan ke dua tanggal 6 Juli 2018, berkas perkara Tony telah dinyatakan P21 atau lengkap setelah ada surat dari Kejari Jakut B-675/0.1.11/EF.1/05/2018 tanggal 31 Mei 2018.

"Agak aneh surat panggilan tersebut sedemikian cepat diselesaikan penyidikannya, terkesan terburu-buru. Padahal di Polda Metro Jaya kasus itu sudah dihentikan pada 24 Februari 2017 sesuai SP3 Nomor S.Tap/83/II/2017/Dit Reskrimum. Ini patut untuk jadi buah telaah kajian kapolri," ujar Junisab.

Karena itu, dia menyarankan pihak terlapor agar membuat laporan ke Propam Polri atau pengawas penyidik Mabes Polri agar ada langkah hukum yang berkeadilan.

"Jika pun kasus ini agak berbeda pandangan antara penyidik polda dan polres seyogyanya mereka melakukan gelar perkara atau ekspos antar penyidik, apalagi jika hal itu dilakukan terbuka ke publik. Agar citra Polri semakin baik di masyarakat," ungkap Junisab.

Selain itu, terlapor juga bisa melaporkan jaksa pada Kejari Jakut sebagai penuntut yang menangani perkara kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan karena menerbitkan surat yang menyatakan berkas perkara lengkap atau P21. Padahal Kajati DKI Jakarta sudah lebih dahulu tahu bahwa kasus itu sudah berstatus SP3 di Polda Metro Jaya.

"Bagaimana jalannya jaksa Kejari Jakut bisa menentukan berkas perkara itu sudah lengkap atau P21, apakah sama sekali tidak ada koordinasi ke Kejati DKI Jakarta. Padahal, ketika SP3 diterbitkan oleh Polda Metro Jaya, surat pemberitahuan juga diserahkan kepada Kejati DKI," jelas Junisab.

Sebagaimana diberitakan, kasus berawal pada 5 Desember 2013 terkait pemesanan barang berupa plat besi oleh Tony kepada PT BMKU berdasarkan surat pemesanan barang senilai Rp 1,7 miliar atas laporan Monalisa. Namun, dalam laporan di Polres Jakut senilai Rp2 miliar lebih dan polres menjerat Tony dengan pasal 378 dan 372 tentang tindak pidana penipuan dan penggelapan.

Sedangkan, di Polda Metro Jaya dengan pelapor bernama Sonnya Aneke kasusnya dihentikan atau SP3 lantaran tidak cukup bukti.

Tony sendiri mengakui dirinya berutang sebesar Rp 1,7 miliar lebih kepada PT BMKU sesuai giro sebanyak 31 lembar. Utang sudah dibayar sebesar Rp 745 juta sehingga masih ada sisa sekitar Rp 1 miliar.

Pembayaran utang disetorkan bukan atas nama PT BMKU melainkan atas nama Hendra Sutanto selaku karyawan PT BMKU. Pihak kuasa hukum Tony menilai kasus tersbeut masuk ranah perdata namun dibuat menjadi pidana. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA