Undang-Undang Tipikor Dan Komitmen MA

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Sabtu, 30 Desember 2017, 00:03 WIB
Undang-Undang Tipikor Dan Komitmen MA
Gedung Mahkamah Agung. (Net)
rmol news logo Mahkamah Agung (MA) menyatakan ‎permasalahan pedoman pemidanaan terkait perkara korupsi telah tercantum di dalam ancaman pidana itu sendiri.

Ketua MA Muhammad Hatta Ali mengatakan, di dalam Undang-undang (UU) sendiri sudah mengatur pasal terkait Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Ia mencontohkan, misalnya dalam pasal 3, yang ancaman hukumannya minimal satu tahun dan maksimal 4 tahun.

"Kalau di dakwa pasal 2 minimal 4 tahun, sampai seumur hidup. Bahkan sampai hukuman mati dengan syarat-syarat tertentu," kata Hatta dalam penyampaian kinerja sepanjang 2017 di gedung MA, Jakarta Pusat, Rabu (28/12) lalu.

Kemudian, Hatta mengaku ‎bahwa untuk membreakdown pasal yang mengatur Tipikor, maka di dalam sistem kamar setiap tahun mengadakan rapat pleno membahas setiap perkara. Baik pidana khusus, maupun pidana umum. ‎

"Di situ diatur lagi seandainya korupsi yang ternyata dibawah Rp 100 juta apakah kita menerapkan pasal 2 atau Pasal 3," tuturnya.

Hatta menjelaskan, kalau pasal 2 diterapkan minimal hukuman 4 tahun. Sedangkan, pasal 3 minimal satu tahun. Lantas mana yang mau diterapkan? Padahal korupsi nggak sampai Rp 100 juta.

"Ini ada komitmen di antara kamar perkara korupsi, katakanlah misalkan kalau di bawah Rp 100 juta ya cukup dikenakan pasal 3, jangan pasal 2," papar Hatta.

Lebih lanjut dikatakannya, ‎perkara korupsi sudah di breakdown kembali sampai kepada jumlah yang dikorupsi.

"Jadi kembali kepada hakim, kadang kala ada masyarakat yang tidak tahu, kok ini korupsi diputus ringan satu tahun," ucapnya. ‎

Selain itu, lanjut dia, ada juga terdakwa yang didakwa pasal 2 yang ancaman hukuman minimal 4 tahun dan dendanya Rp 200 juta.
"Dia (terdakwa) melakukan korupsi dibawah Rp 100 juta, dihukum dendanya Rp 200 juta, kan tidak adil," sambungnya.

Hal tersebut dalam rangka komitmen MA dalam hal penegakkan hukum terkait perkara korupsi yang melibat sejumlah penyelenggara negara, dan para wakil rakyat.
‎
Seperti hanya Ir Zulfadhli yang merupakan Anggota DPR yang perkara dugaan korupsi korupsi dana bantuan sosial (bansos) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kalimantan Barat 2006-2008 saat menjabat sebagai Ketua DPRD Kalbar  yang merugikan negara kurang lebih sejumlah Rp 20 miliar.

Alokasi dana bansos tersebut untuk KONI Kalbar dan Fakultas Kedokteran Universitas Tanjung Pura, berdasarkan surat Kejati Kalbar Nomor B-2021/Q.15/Ft.1 /08/2016 tanggal 23 Agustus 2016.‎

Selain itu juga ‎Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Timur periode 2014-2019, Dody Rondonuwu. Berdasarkan surat yang dikeluarkan setelah MA menolak kasasi yang diajukan Dody dalam kasus korupsi ‎dana asuransi untuk anggota DPRD Kota Bontang. [tsr]‎


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA