Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan RI mengundang Direksi PT Pos Indonesia untuk hadir dalam klarifikasi permasalahan ketenagakerjaan PT Pos Indonesia.
Pihak lain yang diundang adalah tim pengacara dari Kantor Hukum Husendro & Rekan, yang mewakili empat orang karyawan PT Pos Indonesia,
Surat undangan bernomor Und.254/PHIJSK-PPHI/XI/2017 itu bertanggal 14 November 2017. Sementara klarifikasi dijadwalkan pada Rabu lusa (22/11) pukul 10.00 WIB di Ruang Rapat Direktorat PPHI, Gedung Kemenaker, Jalan Gatot Subroto, Jakarta.
Surat undangan itu ditandatangani oleh Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, John W. Daniel Saragih.
PT Pos Indonesia melalui Direktur Jaringan, Retail dan Sumber Daya Manusia, Ira Puspadewi, memecat atau mem-PHK secara semena-mena serta melanggar HAM terhadap empat klien dari Kantor Hukum Husendro & Rekan.
Empat orang karyawan PT Pos itu adalah Ketua DPW IV SPSI, Fadhol Wahab; Ketua DPW Khusus SPPI-Kantor Pusat, Deni Sutarya; Sekjen DPW Khusus SPPI-Kantor Pusat, Rachmad Fadjar dan Sekretaris DPW IV SPPI-Jabodetabek dan Banten, Adang Sukarya.
Mereka sudah bekerja di PT Pos selama lebih dari 20 tahun, bahkan ada yang sudah hampir 30 tahun. Gaji pokok mereka hanya di antara Rp 540.000 sampai Rp 834.000.
Atas PHK itu, telah dilakukan perundingan bipartit pada 11 September 2017 yang berakhir dengan kegagalan mencapai sepakat. Tahapan perundingan tripartit atau mediasi didaftarkan ke Direktorat Penyelesaian Hubungan Industrial Kementerian Tenaga Kerja RI pada 26 Oktober 2017 dan dijawab melalui surat yang diberitakan di atas.
Selama proses penyelesaian itu, empat orang tersebut dilarang bekerja, tidak boleh memasuki area perusahaan, dan tidak digaji oleh PT Pos sejak di-PHK.
Padahal, sesuai pasal 155 ayat (2) UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa "Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya".
Jika menengok ke belakang, awal perkara ini adalah para karyawan menyampaikan aspirasi tentang buruknya kinerja Direksi PT Pos Indonesia melalui surat kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno. Surat itu dilayangkan pada 21 Juli 2017. Salah satu bukti performa PT Pos memburuk adalah hasil penilaian Kementerian BUMN sendiri yang menyebut perusahaan itu sebagai salah satu BUMN merugi.
Sayangnya, surat ke Kementerian BUMN malah dibalas dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh Direksi terhadap enam anggota SPPI.
Kuasa hukum dari empat karyawan, Husendro, menyebut PHK dilakukan tanpa ada peringatan, teguran atau pemeriksaan lebih dahulu oleh Direksi terhadap para karyawan.
"Rapat direksi 7 Agustus 2017 memutuskan PHK. Tanggal 21 Agustus 2017, teman-teman kami menerima surat PHK-nya," kata Husendro.
Dia tegaskan, para anggota SPPI yang menjadi korban PHK hanya menjalankan tugas mereka sebagai pengurus serikat pekerja. Sedangkan PHK dilakukan tanpa alasan jelas sampai saat ini.
PHK terhadap enam anggota SPPI dinilai melanggar pasal 28 jo pasal 43 UU 21/2000 tentang Serikat Pekerja. Isinya, siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara: a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi; b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh; c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun; d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat
pekerja/serikat buruh.
Termasuk melanggar Keputusan Direksi PT Pos Indonesia (Persero) Nomor: KD.82/DIRUT/2015 tentang Peraturan Tata Tertib dan Disiplin Kerja Karyawan PT Pos Indonesia (Persero).
Tak hanya itu, dari enam karyawan yang di PHK, dua di antaranya dilaporkan ke polisi atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik. Yaitu, Ketua DPW IV SPSI, Fadhol Wahab, dan Sekretaris DPW IV SPPI-Jabodetabek Banten, Adang Sukarya.
Selain sudah membuat laporan kepolisian atas tindakan semena-mena itu, Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI) juga telah melakukan upaya pengaduan ke Komnas HAM pada 22 Agustus 2017.
[ald]