Surat dimaksud adalah noÂmor 4 tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu. Komisioner KPK Laode M. Syarif saat dimintai keteranÂgan mengenai polemik status Nazaruddin yang melanggar SEMA ini enggan memberikan jawaban tegas.
"Nazaruddin menjadi JC karena mau membuka kasus-kasus lain, tidak mempersulit persidangan dan proses penyÂidikan," jelasnya, usai RDP dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Selasa (26/9) malam.
Laode menambahkan, Nazaruddin juga terlibat dalam banyak kasus lain. Dimana kasus-kasus tersebut saat ini masih dalam proses penyidiÂkan di KPK, Kepolisian dan Kejaksaan. "Beberapa kasus masih dalam proses di KPK, sebagian di Kepolisian dan Kejaksaan," tambahnya.
Sebelumnya dalam sebuah diskusi di Cafe Warung Daun, Jakarta akhir pekan lalu, seÂjumlah kalangan menilai, penetapan Nazaruddin sebagai JC merupakan blunder dari KPK. Pasalnya, sesuai ketenÂtuan SEMA, pihak yang berÂhak menjadi JC adalah pelaku minoritas untuk mengungkap pelaku mayoritas. Sementara Nazaruddin merupakan pelaku utama berbagai tindak pidana korupsi.
"Soal JC, dalam surat edaran itu sangat jelas, pemberian JC bukan untuk pelaku utama. Pemberian JC oleh KPK ke Nazarudin itu menyalahi surat edaran MA. Dari ratusan proyek yang menyeret Nazar, cuma satu diproses, anehnya diberi JC pula," kata Masinton Pasaribu, Politisi PDIP dalam diskusi di Warung Daun (23/9).
Setelah divonis dalam kasus Wisma Atlet, Nazaruddin serÂing mendapat remisi. Perlakuan khusus ini diduga lantaran dia menjadi JC. "Jadi yang seÂharusnya jadi JC itu pelaku minoritas untuk mengungkap pelaku mayoritas? Kenapa justru pelaku mayoritas yang jadi JC. Jangan jadikan dia (Nazaruddin) sebagai JC. Saya tidak sependapat, JC itu untuk mencari ikan besar, big fish, kalau yang jadi JC big fish itu sendiri kan lucu," tegas Abdul Fickar, pakar hukum pidana Universitas Trisakti.
KPK dalam pernyataannya pernah mengungkapkan bahwa Nazaruddin terlibat dalam 163 proyek pemerintah yang terindikasi korupsi. Melalui Permai Group, Nazaruddin yang saat itu menjadi bendaÂhara partai Demokrat, menÂguasai dan mengatur berbagai proyek pemerintah. Selanjutnya proyek-proyek itu didistribusiÂkan kepada pihak ketiga dengan mengutip fee dengan besaran 20 - 40 persen dari nilai proyek.
Dari ratusan proyek tersebut, yang telah ditangani KPK bisa dihitung dengan jari. Bahkan kasus korupsi proyek komplek olahraga terpadu Hambalang yang merugikan negara hingga Rp 706 miliar tidak diselesaiÂkan tuntas.
KPK sendiri telah menyita aset Nazaruddin dari berbagai tindak pidana korupsi dan pencucian uang senilai Rp 555 miliar. Saat ini Nazaruddin sedang menjalani hukuman 13 tahun penjara, akibat kasus koÂrupsi selama 7 tahun dan penÂcucian uang 6 tahun. ***
BERITA TERKAIT: