Penetapan Tersangka Novanto Tidak Berdasarkan Fakta Hukum

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 20 September 2017, 20:23 WIB
Penetapan Tersangka Novanto Tidak Berdasarkan Fakta Hukum
Net
rmol news logo Tim kuasa hukum Ketua DPR RI Setya Novanto menilai tuduhan yang disangkakan tidak berdasarkan dua alat bukti yang sah.

Pasalnya, penetapan status tersangka hanya berdasarkan dakwaan Irman dan Sugiharto yang menyebut Novanto melakukan korupsi secara bersama-sama mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri tersebut.

Agus Riyanto selaku kuasa hukum Novanto menjelaskan, tuduhan tersebut tidak berdasarkan fakta hukum. Sebab, nama Novanto tidak masuk dalam putusan yang majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap terdakwa Irman dan Sugiharto.

"Faktanya putusan PN Jakpus Nomor 41/Pid.Sus-TPK/2017/PN Pn.Jkt.Pst, nama pemohon [Setya Novanto] tidak disebut. Bahkan tidak masuk dalam pertimbangan majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut sebagai pihak yang turut serta melakukan tindak pidana," beber Agus saat membacakan dalil gugatan pra peradilan penetapan tersangka Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (20/9).

Menurut Agus, dalam putusan Pengadilan Tipikor Jakarta juga tidak menyebutkan nama Novanto sebagai pihak yang menerima aliran dana atau pihak yang diperkaya dari korupsi pengadaan KTP-el. Hal ini membuktikan penetapan Novanto sebagai tersangka korupsi KTP-el oleh Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga bersama-sama melakukan tindak pidana tersebut tidak berdasar.

Di samping itu, Novanto menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) satu hari setelah KPK mengumumkan penetapan tersangka. Kuasa hukum menilai, KPK menetapkan Novanto tanpa melalui proses penyidikan, lantaran tidak terlebih dahulu memeriksa saksi-saksi dan alat bukti lain sebagaimana diatur pasal 184 KUHAP. Dengan kata lain, Novanto ditetapkan sebagai tersangka korupsi tanpa melalui proses penyidikan. Padahal, penetapan seseorang sebagai tersangka harus merupakan hasil penyidikan yang sah.

"Penetapan tersangka harusnya dilakukan setelah peroses penyidikan. Namun dalam kasus ini, termohon salah dan keliru tetapkan tersangka terlebih dahulu sebelum penyidikan. Sehingga penetapan pemohon sebagai tersangka menyalahi ketentuan dan UU 30/2002 tentang KPK sehingga harus dinyatakan batal demi hukum," jelas Agus.

"Pemohon dengan tegas menolak penetapan tersangka yang dilakukan oleh termohon karena belum ada dua alat bukti yang sah yang diperoleh dari penyidikan yang sah," tegasnya.

Gugatan praperadilan Setya Novanto didaftarkan pada 4 September lalu dengan Nomor Perkara 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel. Dalam permohonan yang dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, Setya Novanto meminta pengadilan mengabulkan permohonan pra peradilan yang diajukan untuk seluruhnya.

Selain itu, Setya Novanto meminta PN Jaksel menyatakan batal/batal demi hukum dan tidak sah penetapan tersangka terhadapnya selaku pemohon yang dikeluarkan oleh termohon (KPK) berdasarkan surat Nomor 310/23/07/2017 tertanggal 18 Juli 2017.

Selanjutnya, memerintahkan termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap Novanto berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik-56/01/07/2017 tertanggal 17 Juli 2017. Memerintahkan termohon untuk mencabut penetapan pencegahan terhadap Novanto sejak putusan dalam perkara ini diucapkan dalam hal dilakukan pencekalan terhadap Setya Novanto.

Memerintahkan termohon untuk mengeluarkan Setya Novanto dari tahanan apabila pemohon berada di dalam tahanan sejak putusan dalam perkara ini diucapkan, serta menyatakan batal dan tidak sah segala penetapan yang dikeluarkan oleh termohon terhadap Setya Novanto. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA