"Begitu diumumkan resmi, kami akan segera mem-PLT-kan, kalau yang bersangkutan di tahan," ujar Tjahjo saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta Pusat, Kamis (14/9).
Tjahjo menambahkan proses pemberhentian sementara bagi kepala daerah yang terjerat kasus di KPK tidak berlangsung lama. Menurut, Tjahjo pergantian kepala daerah dilakukan sehari setelah pihaknya menerima surat penetapan tersangka dari KPK.
Langkah tersebut sebagai cara dalam mengingatkan para kepala daerah untuk tidak menyalahgunkan kekuasaan, apalagi menerima sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan dan kekuasaannya.
"Biasanya setelah diumumkan remsi oleh KPK, biasanya langsung kami terima, dan besoknya langsung (penunjukan Pelaksana tugas) supaya tidak ada kekosongan pemerintahan, ya mau apa lagi. Pengawasan sudah optimal, instruksi sudah optimal, termasuk diri saya sendiri. Kami ingatkan, operasi tangkap tangan KPK kejaksaan, saber pungli bisa setiap saat, harusnya kan sudah paham undang undangnya," ujar Tjahjo.
Sebelumnya, KPK resmi menetapkan OK Arya Zulkarnain sebagai tersangka kasus suap terkait proyek pembangunan infrastruktur di lingkungan Kabupaten Batubara tahun anggaran 2017.
OK Arya yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (13/9) itu diduga menerima suap dari dua kontraktor Maringan Syaiful Azhar dan Maringan Situmorang terkait proyek pembangunan Jembatan Sentang senilai Rp32 miliar yang dimenangkan oleh PT Gunung Mega Jaya dan proyek pembangunan Jembatan Sei Magung senilai Rp12 miliar yang dimenangkan PT Tombang serta proyek betonisasi jalan Kecamatan Talawi senilai Rp3,2 miliar.
Dari tiga proyek tersebut, OK Arya dijanjikan menerima fee sebesar Rp 4,4 miliar dengan rincian Rp 4 miliar dari Maringan untuk proyek Jembatan Sentang dan Jembatan Sei Magung serta Rp 400 juta dari Syaiful terkait proyek betonisasi jalan Kecamatan Talawi.
OK Karya dijerat bersama empat orang lainnya yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Dinas Batubara Helman Hendardi, Sujendi Tarsono selaku pihak swasta dan kontraktor proyek Syaiful Azhar dan Maringan Situmorang.
Sebagai pihak diduga pemberi Maringa dan Syaiful disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, sebagai pihak diduga penerima OK Arya, Sujendi dan Helma disangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 KUHP.
[san]
BERITA TERKAIT: