Menurut Agus, presiden sudah mengamati situasi politik yang memunculkan adanya hak angket kepada KPK. Terlebih sejumlah pihak menilai hak angket DPR terhadap KPK menjadi senjata untuk melemahkan kewenangan KPK.
"KPK kan nggak harus lapor ke presiden, tapi presiden pasti mengamati lah. Mudah-mudahan presiden mengambil sikap. Nggak perlu didikte lah (sikap seperti apa), Presiden tahu sendiri," ujar Agus saat ditemui di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Sabtu (10/6).
Lebih lanjut, Agus menjelaskan pihaknya juga akan mengambil sikap terkait hak angket DPR terhadap KPK.
Sejauh ini, kata Agus, pihaknya bakal memanggil para ahli hukum tata negara untuk dimintai pendapat. Tujuannya untuk meminta pendapat terkait posisi KPK sebagai lembaga quasi yudisial yang terpisah dari eksekutif. Termasuk meminta pendapat ke Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjelaskan pengambilan keputusan hak angket DPR.
"Yang tersirat di pikiran kami, kalau kemudian kita sebagai quasi yudisial dan hak angket ke kita apakah itu tepat. Kedua kemudian juga cara pengambilan keputusan hak angket apakah sudah tepat. Itu semua kan tidak bisa kita bawa dalam perdebatan. Itu semua harus melalui jalur hukum. Salah satunya misalkan minta pendapat MK, MA. Nanti kita gulirkan saja, tapi yang pertama kita akan lakukan mendengar pendapat ahli tata negara," tutup Agus.
DPR telah resmi membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK. Sejumlah pihak mempertanyakan pembentukan angket di DPR ini pasalnya hak angket hanya bisa dilakukan terhadap kementerian atau langsung di bawah oleh Presiden.
Dalam UU MD3 Pasal 201 menyebutkan, "Dalam hal DPR menerima usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR membentuk panitia khusus yang dinamakan panita angket yang keanggotaanya terdiri atas semua unsur fraksi di DPR".
Namun dalam rapat paripurna beberapa waktu lalu yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, hanya ada tujuh fraksi yang menyatakan setuju. Sedangkan masih ada tiga fraksi tidak menyata‎kan setuju. Padahal merujuk UU MD3 angket bisa dibentuk apabila sepuluh fraksi menyatakan setuju.
Pansus Hak Angket KPK ini diikuti tujuh fraksi di DPR, mereka adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Parsatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Sementara yang sudah jelas menolak adalah Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kemudian Partai Kebangkitan Bangsa (PBK) sampai saat ini belum bersikap apakah menolak atau mendukung.
Pansus Hak Angket KPK ini juga telah memiliki pimpinan, sebagai ketua adalah Agun Gunandjar Sudarsa, sedangkan wakil ketua Dossy Iskandar, Risa Mariska, dan ‎Taufiqulhadi.
Pembentukan pansus ini diawali dengan desakan Komisi III DPR untuk membuka isi rekaman dari pemeriksaan politikus Partai Hanura Miryam S Haryani dalam perkara korupsi kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Hal itu disebabkan karena janda satu anak itu mengaku ditekan oleh anggota Komisi III DPR.
[san]
BERITA TERKAIT: