"KPK juga ada undang-undang. Semua sama-sama punya undang-undang," ujar Guru Besar Hukum Pidana Prof. Romli Atmasasmita kepada wartawan di Jakarta (Sabtu, 29/4).
Menurutnya, hak konstitusional angggota dewan adalah yang terkuat jika dibandingkan dengan KPK. Karena KPK bukan lembaga konstitusi melainkan lembaga yang sengaja dibuat untuk memperbaiki kinerja kepolisian dan kejaksaan.
"Hak angket DPR itu bisa ke semua lembaga pemerintahan, termasuk KPK. Yang KPK lembaga hanya independen menurut undang-undangnya," kata Prof. Romli.
Dia menjelaskan, seharusnya DPR sedari awal mengatakan bahwa penggunaan hak angket ditujukan kepada dugaan penyelewengan anggaran di KPK, sebagaimana hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebab, dalam hak angket KPK banyak yang menafsirkan dan mengaitkan dengan penyadapan pembicaraan penyidik Novel Baswedan dengan tersangka Miryam S Haryani dalam kasus korupsi e-KTP.
"Mestinya hak angket hanya terkait kepatuhan terhadap undang-undang, gitu dong. Kan BPK perihal kepatuhan terhadap undang-undang salah satu kinerja keuangan. Jadi, jelas hak angket ini disampaikan untuk menilai kepatuhan KPK terhadap undang-undang itu. Mestinya begitu biar jelas," beber Prof. Romli.
Karena itu, dia menilai bahwa penggunaan hak angket atas kinerja lembaga baik pemerintahan, kementerian maupun KPK sangat bisa untuk dilanjutkan oleh DPR.
"Jadi boleh dong DPR itu bertanya. Tapi harusnya jelas, DPR menyampaikan hak angket untuk mempertanyakan hasil laporan BPK, itu boleh," demikian Prof. Romli.
[wah]
BERITA TERKAIT: