Menteri Yasonna Keluhkan Minimnya Anggaran Lapas

Rabu, 26 April 2017, 10:17 WIB
Menteri Yasonna Keluhkan Minimnya Anggaran Lapas
Yasonna Laoly/Net
rmol news logo Kementerian hukum dan HAM membatalkan rencana membangun lapas baru. Alasannya, anggaran yang dimiliki saat ini tidak cukup. Padahal, lapas baru merupakan salah satu solusi untuk mengurangi kelebihan kapasitas yang hampir terjadi di lapas yang ada di seluruh Indonesia.

"Coba bayangkan, berdasar­kan survei, saat ini kita punya li­ma juta pemakai. Nah, ditangkap lagi 10 persen berarti 500 ribu. Padahal kapasitasnya hanya 220 ribu. Ya mabok, sudah tidak ma­nusiawi, sudah tidak bisa tidur, tidurnya giliran, berdiri, itupun tidur jongkok. Kita tidak mampu terus-terusan membangun lapas karena biayanya mahal sekali," kata Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Laoly saat Rapat Kerja dengan Komisi I di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Yasonna menegaskan, salah satu solusi untuk mengatasi persoalan ini adalah dengan mengkaji ulang anggaran reha­bilitasi untuk pengguna narko­tika di lapas. Seperti melakukan pengurangan demand side di bidang pendidikan, dan bantuan masyarakat.

"Pendidikan itu sebenarnya penting. Begitu juga rehabili­tasi agar jangan sampai hanya artis saja yang direhab. Tapi, anggaran rehab harus kita pikir­kan ulang. Dua tahun lalu kita alokasikan 100 ribu, itu mahal. Tapi kalau tidak ditreat, Lapas jadi lahan subur untuk per­mainan," katanya.

Cara lain yang akan diguna­kan Kemenkum HAM dalam mengatasi persoalan kelebihan kapasitas ini, kata Yasonna, akan dilakukan dengan cara merevisi PP 99/2012. Dan saat ini, sejumlah ahli hukum sedang melakukan pengkajian terkait revisi PP tersebut. Terutama soal remisi terpidana narkoba.

"Kita sepakat korupsinya nggak dulu. Ini soal narkoba, kita nilai soal kerancuan siapa bandar. Kalau bandar tidak akan mungkin kita inikan. Kadang dalam penerapan hukum dibuat evaluasi. Kadang dia memiliki 3, dikatakan kurir. Jadi, dari kasusnya ada tim yang meng­oreksi itu. Ini akan menolong," tuturnya.

Mengenai tim yang diben­tuk untuk mengkaji, Yasonna mengatakan tim dari kalangan independen.

"Banyak dari independen, ter­gantung dari institusi. Misalnya dari kepolisian atau kejaksaan. Ini harus ada untuk memberi­kan masukan yang fair. Tokoh masyarakat atau independen, kita kaji," ujar Yasonna.

Yasonna juga menjelaskan, dalam waktu dekat ini tidak mungkin untuk melakukan remi­si terhadap terpidana korupsi.

"Kalau korupsi banyak re­sistensi. Walaupun filosofi se­mua orang berhak. Ini kan kita harus responsif dengan tuntutan masyarakat," ujarnya.

Siap Dicopot Jika Tidak Memuaskan

Terkait isu reshuffle, Yasonna siap dicopot andai kinerjanya tidak memenuhi target yang ditentukan Presiden Joko Widodo. Namun reshuffle itu hak prerogatif Presiden.

"Semua menteri harus siap direshuffle. Kalau saya yang penting kerja, kerja, kerja. Kerja keras, kerja lebih keras, kerja lebih keras lagi," katanya.

Menteri asal PDI Perjuangan itu menjelaskan, evaluasi terh­adap kinerja menteri memang harus dilakukan. Karena ber­dasar tujuan dari reshuffle itu sendiri adalah untuk memaksa menteri bekerja dengan baik dan memenuhi target yang di­inginkan Jokowi.

"Saya kira reshuffle meru­pakan suatu hal yang sangat wajar dan memang harus di­jalankan. Kalau tidak jalan, ya nanti orang berada di zona nyaman terus. Harus ada itu," tuturnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA