Menurut Johanes, ketiga konsorsium itu tidak memungkinkan memproduksi e-KTP lantaran tidak memiliki tim pengerjaan yang cakap, dari sisi percetakan juga masih di bawah rating standar perusahaan besar. Ia tak mengerti alasan pengusaha rekanan Kementerian Dalam Negeri, Andi Agustinus alias Andi Narogong menggandeng tiga konsorsium tersebut.
"Saya nggak mau tiga bendera itu, karena tiga-tiganya nggak memungkinkan produksikan ini. Tim itu saya lihat nggak solid. Ini pekerjaan besar tapi dikerjakan tim yang sembarangan. Saya ingin perusahaannya itu perusahaan yang punya kapasitas. Saya lihat tim percetakannya saja kurang mumpuni, nilainya 60. Saya marah pada andi. Dia bilang saya dimarahin pak Irman," ujar Johanes saat dihadirkan di persidangan lanjutan kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (20/4).
Lebih lanjut, Johanes mengaku sempat menyatakan mundur dan tidak ikut menjadi bagian dari ketiga konsorsium tersebut. Keputusan itu diambil sebelum proses lelang berjalan.
"Posisi saya sudah mundur. Tapi Andi minta saya mengawasi saja. Saya awasi tim saya. Saya disuruh bantu Murakabi," pungkasnya.
Diketahui, perkenalan Johanes dengan Andi Narogong dimulai sekitar Mei hingga Juni 2010. Saat itu terdakwa Irman meminta Johanes untuk membantu mempersiapkan desain proyek e-KTP dan memperkenalkan Andi Agustinus alias Andi Narogong kepada Johanes dan Husni Fahmi bahwa Andi menjadi orang yang mengurus penganggaran dan pelaksanaan e-KTP.
[wid]
BERITA TERKAIT: