Dalam persidangan tersebut, Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar-Butar menanyakan aliran uang korupsi e-KTP kepada bekas Wakil Ketua Komisi II DPR, Ganjar Pranowo.
Nazar menyebut Ganjar Pranowo pernah menerima uang sebesar USD 500 ribu hasil fee korupsi proyek E-KTP.
Politisi PDI Perjuangan itu, diakui Nazar, pada awalnya menolak menerima jatah proyek E-KTP sebesar USD 150 ribu. Angka tersebut merupakan pagu untuk Wakil Ketua Komisi II DPR kala itu.
Namun, lanjut, Nazar, Ganjar meminta jatah untuk dirinya disamakan seperti jatah Ketua Komisi II DPR, yakni USD 500 ribu. Mustoko Weni selaku koordinator pengalokasian duit panas E-KTP di DPR pun mengamini permintaan Ganjar.
"Terima yang mulia, setelah ribut, dia (Ganjar) dikasih 500 ribu (dolar AS), baru dia mau," kata Nazar dalam kesaksiannya.
Nazar menambahkan, uang korupsi proyek E-KTP kepada Ganjar tersebut dilakukan di ruangan Mustoko Weni bersamaan dengan pimpinan Komisi II lainnya. Nazar meyakin kesaksiannya sebab saat itu dirinya berada di ruangan tersebut.
"Iya saya melihat langsung, karena saya berada di ruangan dari Fraksi (Golkar)," tukasnya.
Pada persidangan sebelumnya, Ganjar sempat membantah menerima uang panas proyek e-KTP ketika menjadi saksi dalam perkara proyek e-KTP.
Ganjar menganggap surat dakwaan terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP, Irman dan Sugiharto lucu.
Meski menganggap lucu, Gubernur Jawa Timur itu mengakui, dirinya pernah didatangi anggota DPR yang ingin memberikan sejumlah uang. Salah satunya almarhum Mustoko Weni, bekas anggota Komisi II DPR dari Fraksi partai Golkar.
"Pada saat di BAP saya ditanya, 'apakah saudara pernah diberi atau ditawari uang?' Saya jawab pernah. Oleh ibu Mustoko Weni. Tapi saya tidak terima," ujar Ganjar di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (30/3) lalu.
[zul]
BERITA TERKAIT: