Politisi Partai Demokrat katanya kebagian Rp 20 miliar. Marzuki Ali menerima uang tersebut, Februari tahun 2011.
Pemberian Rp 20 miliar kepada Marzuki ali ini atas permintaan Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha rekanan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kepada mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman.
Itu dilakukan pasca Dirjen Anggaran Kemenkeu saat itu, Herry Purnomo mengirim surat izin kepada Kemendagri untuk laksanakan kontrak tahun jamak proyek e-KTP. Pemberian itu ‎untuk kepentingan pengganggaran.
Tidak cuma Marzuki Ali, partai Demokrat diduga ikut kecipratan aliran uang dari proyek e-KTP sekitar Rp 150 miliar.
Anas Urbaningrum yang saat itu menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, juga ikut menerima aliran uang sebesar Rp20 miliar. Penerimaan terhadap Anas berbarengan dengan aliran uang ke Partai Demokrat.
Saat dikonfirmasi secara terpisah, Jurubicara KPK Febri Diansyah menjelaskan bahwa hingga saat ini, KPK belum membeberkan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam proyek e-KTP. Terlebih informasi tersebut dari surat dakwaan tersangka e-KTP.
Menurutnya, sejak pelimpahan berkas perkara e-KTP ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pihaknya telah melimpahkan berkas perkara kepada dua tersangka kasus tersebut.
Meski demikan, sambung Febri, beredarnya surat dakwaan tersangka e-KTP bukan hal yang substantif dari perjalanan kasus ini. KPK bakal tetap berfokus pada sidang perdana perkara e-KTP yang dilaksanakan pada 9 Maret 2017 mendatang.
"Kami tidak mengetahui apakah benar itu dokumen yang sama, dan dari KPK kita pastikan kami baru bisa sampaikan ketika hari Kamis nanti secara lengkap semua akan kami buka. KPK tidak akan sampaikan sebelum pembacaan dakwaan," ujar Febri di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (7/3).
Informasi dihimpun, skandal suap kasus e-KTP ini motori beberapa oknum, seperti Pengusaha Andi Narogong, mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, mantan ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto, mantan Sekjend Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini.
Mereka pernah diperiksa penyidik KPK dalam penyidikan kasus tersangka Sugiharto dan Irman. Namun semuanya membantah terlibat.
Dalam penyidikan ini KPK juga meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung dugaan kerugian negara. Hasilnya, audit itu menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun.
Selain suap, KPK juga menemukan indikasi aliran dana ke sejumlah pihak setelah anggaran e-KTP cair. Beberapa di antaranya diduga mengalir ke sejumlah pejabat swasta, pejabat di Kementerian Dalam Negeri dan sejumlah anggota DPR RI.
Sidang perkara proyek e-KTP, rencananya akan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis ‎9 Maret 2017.
Dua terdakwa yakni mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan bekas Direktur Pengelolaan Informasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Sugiharto akan mendengarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK.
[sam]
BERITA TERKAIT: