Dirjen Pajak Lebih Tertarik Ngomong Tax Amnesty Ketimbang Pemeriksaan KPK

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 05 Januari 2017, 18:58 WIB
Dirjen Pajak Lebih Tertarik Ngomong Tax Amnesty Ketimbang Pemeriksaan KPK
Ken/RM
rmol news logo Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, ‎Ken Dwijugiasteadi irit bicara usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap penghapusan pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia.

Ken mengaku lebih tertarik membahas pelaksanaan kebijakan pengampunan pajak. Ia lebih memilih membisu dan berjalan menuju mobil yang telah menunggunya di pelataran gedung KPK jika pewarta bertanya seputar jalannya pemeriksaan.

Ken hanya melontarkan bantahan bahwa ada penghapusan pajak untuk PT E.K Prima Ekspor Indonesia. Menurut Ken, saat dirinya diperiksa selama lima jam, penyidik hanya bertanya mengenai penerimaan pajak dari program pengampunan pajak.

"Enggak ada apa apa kok, saya wong ditanya soal penerimaan," ujarnya usai pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/1).

"Penerimaan TA‎ (Tax Amnesty) 2017 gelombang tiga nanti terakhir ya. Jadi nanti TA nggak ada lagi. Penerimaan sih bagus cuma nggak bisa memastikan semua pihak," sambung Ken.

Di kesempatan yang berbeda, Jurubicara KPK Febri Diansyah, menjelaskan ada tiga hal yang ditanyakan penyidik dalam pemeriksaan Ken. Pertama terkait pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia. Kedua mengenai sejumlah pertemuan yang diduga dihadiri oleh Ken.

"Ketiga saksi (Ken Dwijugiasteadi) dikonfirmasi terkait posisi PT E.K Prima ekspor Indonesia dan tax amnesty tahap pertama," ujar Febri.

Ken diperiksa KPK sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan Presdir PT E.K Prima Ekspor Indonesia, Rajes Rajamohanan Nair dan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Handang Soekarno.

Rajes dan Handang merupakan tersangka dalam kasus ini. Rajesh sebagai pemberi suap disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor ‎sebagaimana telah diubah nomer 20 tahun 2001.

Sedangkan Handang, sebagai penerima suap disangkakan melanggar pasal 12 ‎huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU nomer 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor ‎sebagaimana telah diubah nomor 20 tahun 2001.

Kasus ini menguap setelah KPK mencokok Rajes dan Handang saat bertransaksi suap di daerah Springhill Residence, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Senin, 21 November 2016, malam.

Dalam OTT tersebut, penyidik mengamankan uang suap Rp1,9 Miliar yang diduga dana awal untuk ‎penghapusan pajak perusahaan yang dipimpin Rajes. [ian]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA