Seperti diberitakan, setelah kasus dugaan penistaan agama Ahok, cagubnya Djarot, banyak warga yang menolak kedatangan pasangan itu untuk kampanye. Hal itu terjadi pada Djarot saat blusukan di Kembangan Utara, Jakarta Barat. Naman, seorang tukang bubur menghadang Djarot saat hendak blusukan pertengahan November lalu. Naman pun dilaporkan pihak Djarot dan disampaikan kepada Bawaslu DKI Jakarta tanggal 18 November lalu. Kasus ini berlanjut ke pengadilan.
Divonis hukuman percobaan empat bulan, Naman tidak punya rencana mengajukan banding. "Karena kondisi keluarga dan Pak Ustadz (Naman) usaha, dan pas banding terganggu dengan menunggu waktu banding, Pak Ustadz meminta kepada saya tidak banding," kata kuasa hukum Naman, Abdul Haris Ma’mun. Meski tidak mengajukan banding, kliennya kecewa dan tak terima dengan putusan hakim. Naman menganggap hakim tidak memberi keputusan yang adil. "Secara garis besar tidak terima dengan putusan pengadilan. Karena pengadilan tidak menunjukkan iktikad untuk penegakan hukum berkeadilan," katanya.
Meski demikian, dia yakin pihaknya dapat memenangi perkara jika mengajukan banding. Sebab, fakta yang ada di lapangan menunjukkan Naman tidak bersalah. "Kita punya keyakinan, tim hukum dan pengurus masjid bisa menang dengan fakta yang ada," sebutnya. "Namun, demi ketenangan keluarga dan kebaikan usaha, ya bismillah. Walau tidak terima, kita jalani saja," kata Abdul.
Untuk diketahui, setelah kasus masuk ke persidangan pada 13 Desember 2016 dengan delapan hari sidang, Naman akhirnya divonis bersalah oleh mejelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Naman divonis dua bulan penjara dengan masa percobaan empat bulan. Ketua Majelis Hakim Masrizal menyatakan, Naman terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penghadangan kampanye.
Menanggapi keputusan Naman yang berencana tidak banding, sikap netizen terbelah. Ada yang mengapresiasi, ada pula yang menantangnya. Di kolom komentar link berita terkait, pembaca berakun @adelrami memuji Naman. "Jantan!" tulis dia, disambut @ mbahmoo yang menyesalkan, keputusan kepada Naman berlangsung cepat. "Kalo seperti ini saja cepat sekali keputusannya. Kalau pejabat seperti Ahok keputusannya berbelit-belit, manggilnya saja sampai pakai petakumpet. Kasian rakyat miskin selalu jadi korban. Semoga diberi ketabahan ya pak," tulisnya.
Sedangkan Bayusantoso menantang kuasa hukum Naman. "Kalau merasa gak bersalah. Banding aja. Atau insyaf dan minta maaf lah sama Ahok dan Djarot," ungkapnya. Achmad Yaniazwar meminta Naman mengambil hikmah kejadian ini. "Yah ambil hikmahnya. Kalau gak suka ya jangan pilih gitu aja kok repot," tulisnya.
Sedangkan Jovan Theyer mengingatkan netizen lainnya. "Seakan berkuasa, mau dari kalangan bawah atau atas sekalipun kita hidup di negara dengan aturan yang berlaku, tidak bisa seenaknya, semoga ini jadi pelajaran buat kita semua. Hidup NKRI," ujarnya.
Di Twitter, akun @wahyu_kentjana mengingatkan, hukum adalah panglima tertinggi. "Makanya berpikir dahulu akibatnya sebelum melakukan sesuatu," kicau dia, disambut @ucok_co. "Ini bukan semena-mena pihak cagub, jangan jadikan status 'orang kecil' untuk bisa dibolehkan melakukan tindakan sesukanya,' ingatnya.
Sebelumnya, Djarot menerima vonis PN Jakarta Barat terhadap Naman. "Ya kita harus terima. Itu sudah keputusan dari hakim seperti itu, kita harus terima. Makanya kita serahkan pada proses hukum ya. Kan hakim sudah kasih keputusan," kata Djarot.
Djarot sudah memaafkan Naman. Justru dia ingin Naman dihukum seringan mungkin karena sudah bersikap kooperatif selama pemeriksaan hingga kasusnya dibawa ke persidangan. Sementara terkait proses hukum yang berlanjut, Djarot menyatakan, itu untuk proses pembelajaran. Dia siap memberikan santunan kepada keluarga Naman. Menurut Djarot, Naman yang bekerja sebagai tukang bubur keliling itu adalah kepala, sekaligus tulang punggung keluarga. ***
BERITA TERKAIT: