Dewan Energi Nasional: Mekanisme Unbundling Mempersulit Masyarakat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Sabtu, 17 Desember 2016, 14:05 WIB
Dewan Energi Nasional: Mekanisme Unbundling Mempersulit Masyarakat
Foto/Net
rmol news logo . Dewan Energi Nasional mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materiil UU 30/2009 tentang Ketenagalistrikan.

Menurut Anggota Dewan Energi Nasional, Rinaldy Dalimi, apabila mekanisme unbundling diterapkan pada pengelolaan listrik justru akan menyulitkan masyarakat.

"Nah waktu itu saya tidak sepakat itu karena memang akan mengakibatkan harga listrik di konsumen akan tinggi karena setiap bisnis entity itu akan dapatkan profit, lalu di ujung profit itu meningkat," ujar Rinaldy dalam diskusi di bilangan Menteng, Jakarta, Sabtu (17/12).

Yang dimaksud mekanisme unbundling adalah pemisahan jenis usaha antara di hulu atau di hilir pada pengelolaan listrik. Rinaldy pun mencontohkan mekanisme unbundling pada pengelolaan listrik pernah diterapkan pada UU 20/2004 tentang Ketenagalistrikan sebelum diubah.

"Nah Undang-Undang itu memisah-misah. Tidak boleh ada satu perusahaan pun yang kuasai hulu sampai hilir. Jadi dia kalau mau di hulu saja, transmisi-transmisi saja, di hilir di hilir saja," pungkas Rinaldy.

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materiil UU 30/2009 tentang Ketenagalistrikan yang dimohon oleh Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

"Menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (14/12).

Putusan Mahkamah ini menegaskan bahwa praktik unbundling atau pemisahan kegiatan usaha dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum harus ditempuh di bawah prinsip "dikuasai oleh negara", sekalipun penyedia tenaga listrik adalah pihak swasta.

"Namun bukan berarti meniadakan peran atau keterlibatan pihak swasta nasional maupun asing, BUMD, swadaya masyarakat maupun koperasi," ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna ketika membacakan pertimbangan hukum Mahkamah.

Mahkamah kemudian menyatakan Pasal 11 ayat (1) UU Ketenagalistrikan inkonstitusional secara bersyarat sepanjang rumusan dalam ketentuan a quo dimaknai hilangnya prinsip penguasaan oleh negara. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA