Kakak Sanusi Juga Tahu Ada Suap Dari Agung Podomoro

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 13 Desember 2016, 23:01 WIB
Kakak Sanusi Juga Tahu Ada Suap Dari Agung Podomoro
M. Sanusi/Net
rmol news logo Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi meyakini uang suap senilai Rp 2 miliar dari mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja kepada mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi diketahui oleh wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik yang tak lain adalah kakak kandung Sanusi.

Menurut jaksa, berdasarkan fakta persidangan, Sanusi terbukti menerima suap dari Ariesman Widjaja sebesar Rp 2 miliar secara bertahap.

"Bahwa pada 4 Maret 2016 terdakwa berkomunikasi dengan M. Taufik mengenai permintaan Ariesman Widjaja. Hal ini sesuai alat bukti dan petunjuk dalam komunikasi yang diputar di persidangan," jelas Jaksa Ronald Worontika saat membacakan surat tuntutan terdakwa Sanusi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (13/12).

Jaksa menjelaskan, suap diberikan dengan maksud agar Sanusi membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP). Selain itu, suap bertujuan agar Sanusi mengakomodir pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman selaku presdir PT APL dan direktur utama PT Muara Wisesa Samudra.

Ariesman memiliki keinginan agar Sanusi menghilangkan pasal mengenai kontribusi tambahan yang dibebankan kepada perusahaan pengembang sebesar 15 persen. Setidaknya, besaran kontribusi tambahan yang diatur dalam peraturan gubernur juga diatur dalam peraturan daerah.

Dalam upaya memenuhi keinginan Ariesman, Sanusi meminta kepada Taufik untuk mengatur agar pasal kontribusi tambahan dimasukkan dalam pasal penjelasan di raperda dengan menggunakan konversi. Sanusi memberitahu bahwa Ariesman telah menjanjikan uang sebesar Rp 2,5 miliar. Sanusi kemudian mengubah rumusan penjelasan pasal 110 ayat 5 yang semula cukup jelas menjadi berbunyi 'tambahan konstribusi adalah kontribusi yang dapat diambil di awal dengan mengkonversi dari kontribusi (yang lima persen), yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara gubernur dan pengembang'.

Jaksa sendiri menolak memercayai keterangan Sanusi yang mengaku berbohong kepada Taufik. Jaksa menegaskan memiliki bukti percakapan Sanusi dan Taufik, di mana Sanusi meminta besaran tambahan kontribusi 15 persen dikonversi dari lima persen. Selain itu, apa yang dikatakan Sanusi kepada Taufik serupa dengan apa yang diminta oleh Arisman saat bertemu Sanusi di Kemang Village, Jakarta.

"Kata-kata Sanusi kepada Taufik sangat sesuai dengan kata-kata Ariesman. Maka keterangan terdakwa yang mengaku berbohong harus dikesampingkan," tutur Jaksa Ronald.

Sementara, terkait sangkaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), jaksa meyakini jika Sanusi menyamarkan harta kekayaannya yang diduga dari hasil korupsi berupa gedung, beberapa rumah mewah, apartemen dan dua unit mobil mewah. Sebelumnya, Sanusi juga didakwa melakukan pencucian uang sebesar Rp 45,3 miliar dan USD 10 ribu.

Terkait pencucian uang, jaksa meyakini Sanusi melanggar pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang junto pasal 64 ayat 1 KUHP. Sedangkan terkait suap terbukti melanggar pasal 12 huruf (a) dan atau pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 junto pasal 64 ayat 1 KUHP.

Dalam tuntutannya, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Untuk hal memberatkan, perbuatan Sanusi bertentangan dengan program pemerintah yang tengah giat memberantas korupsi, Sanusi secara tidak tegas mengakui perbuatannya.

"Terdakwa sopan selama persidangan, masih memiliki tanggungan empat orang anak dan belum pernah dipidana sebelumnya," jelas jaksa menerangkan hal-hal yang meringankan Sanusi. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA