Demikian salah satu hasil rapat dan kesepakatan antara Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dengan MUI, Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB), Forum Silaturahmi Ormas Islam (FSOI), Kemenag Kota Bandung, Bimas Kristen Kemenag Jawa Barat, Polrestabes Bandung, Kejaksaan Negeri Kota Bandung dan Komnas HAM pada tanggal 8 dan 9 Desember.
Pertemuan banyak pihak itu masih terkait kasus pembubaran kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Sabuga pada Selasa 6 Desember. Hasil pertemuannya, dibeberkan Walikota Bandung, Ridwan Kamil, lewat akun media sosial miliknya, beberapa jam lalu.
Keputusan dari rapat tersebut adalah, kegiatan ibadah keagamaan tidak memerlukan izin formal dari lembaga negara, cukup dengan surat pemberitahuan kepada kepolisian.
Kegiatan ibadah keagamaan diperbolehkan dilakukan di gedung umum, selama sifatnya insidentil. SKB Dua Menteri tahun 2006 hanya tata cara untuk pengurusan izin Pendirian Bangunan Ibadah permanen/sementara.
Kemudian, tidak boleh ada kelompok masyarakat sipil yang melakukan pembatasan, perintangan, unjuk rasa atau melakukan kegaduhan terhadap kegiatan ibadah keagamaan yang sudah legal karena melanggar KUHP pasal 175 dan 176, dengan hukuman kurungan badan maksimal 1 tahun 4 bulan.
Hasil rapat juga menegaskan, kehadiran secara fisik di ruangan peribadatan KKR yang dilakukan sekelompok warga yang tergabung dalam Ormas Pembela Ahli Sunah (PAS) di tanggal 6 Desember 2016 adalah pelanggaran hukum KUHP.
Seburuk-buruknya situasi yang berhak melakukan pemberhentian kegiatan keagamaan dengan alasan hukum yang dibenarkan hanyalah aparat negara bukan kelompok masyarakat sipil.
[ald]
BERITA TERKAIT: