Komunisme & Separatisme Jangan Sampai Dibiarkan

Radikalisme Keagamaan Diluruskan

Kamis, 01 Desember 2016, 09:52 WIB
Komunisme & Separatisme Jangan Sampai Dibiarkan
Foto/Net
rmol news logo Detasemen Khusus 88 Anti Teror Mabes Polri mengidentifikasi radikalisme keagamaan kini juga menyasar anak-anak. Kha­layak netizen cemas radikalisme keagamaan marak, tapi juga mendesak pemerintah mengatasi ancaman komunisme dan separatisme.

Kepala Bidang Investigasi Densus 88 Faisal Tayeb mengaku cemas radikalisme keagamaan kini me­nyasar anak-anak.

Dia mencontohkan kasus Bahrun Naim, yang pandai mempengaruhi anak-anak untuk mengamini paham radikalisme.

Faisal mengatakan, ada kasus satu anak dididik Bahrun Naim sejak berusia sembilan tahun dan kini telah setara dengan usia siswa SMA kelas I. "Anak ini sudah bisa buat bom. Sudah beberapa kali percobaan dan meledak," kata Faisal di Universitas Indonesia, Depok, kemarin.

Menurut Faisal, anak itu akan di­jadikan pembuat senjata oleh kelom­pok Bahrun Naim. Setelah anak itu merakit senjata, kelompok lain akan mengambil hasil kreasinya. "Anak ini bikin, kelompok lain mengambil dari dia. Ini masalah besar yang kami hadapi," ucap Faisal.

Faisal menyebutkan, pihaknya tidak berupaya menyeret anak-anak yang terkena pengaruh radikalisme ke pengadilan. Melainkan menem­puh program deradikalisasi.

Nah, kecemasan petinggi Densus 88 juga disuarakan khalayak netizen. Namun, salah satu netizen menilai keberadaan gerakan separatis di se­jumlah daerah juga membahayakan anak-anak, karena dapat terpengaruh paham radikal.

Kecemasan netizen disampaikan pada beberapa media sosial, antara lain, Facebook dan Twitter.

Misalkan, pengguna Facebook dengan akun Hasan Alkederi Polongo sependapat anak-anak rentan terpengaruh radikalisme. Menurut dia, anak-anak yang ting­gal di lingkungan kumuh cenderung memiliki pengaruh lebih besar.

"Iya betul. Saya pantau terutama di lingkungan kumuh padat penduduk, orang tua mereka tidak peduli mo­ralitas anak. Anak berbuat salah dibela, bahkan orang tuanya sampai mengajarkan untuk melawan. Ini fakta terjadi pada diri saya ketika saya mencoba untuk menertibkan kenakalan remaja," jelasnya.

Akun Sebastian Ope menilai, fa­ham berbahaya yang mempengaruhi anak-anak tidak hanya radikalisme keagamaan. Namun, krisis moral anak.

"Yang harus dicemaskan itu radikalisme bicara. Yaitu bicara menghina agama yang bisa meng­hancurkan kerukunan antar umat beragama," katanya.

Akun Novan Weneslay meminta Densus 88 untuk mencegah be­redarnya kelompok radikal yang merekrut anak-anak untuk menjadi pengikutnya. Selain itu, kelompok radikal harus segera diciduk, se­hingga paham radikal tidak dapat menyentuh anak-anak, "Ini patut diwaspadai sejak dini dan dicari sumber yang merekrutnnya, agar jelas dan nyata."

Akun Sainal Basri berpendapat, media sosial dan internat rentan mempengaruhi pertumbuhan anak. "Terutama pemberitaan dari corong-corong Israel. Apalagi sumber dari media sosial. Sangat berbahaya itu. Jangan lupa, orang tua harus per­hatiin anaknya. Nanti tahu-tahu jadi teroris," wanti-wantinya.

Akun Bayu Santoso membe­narkan anak-anak sudah tersentuh paham radikalisme. Dia mengisah­kan, dirinya baru-baru ini menerima sebuah video anak-anak yang sedang diberikan pendidikan radikalisme.

"Sangat benar. Beberapa saat lalu dapat kiriman video suatu daerah di daerah Solo. Anak-anak dididik dalam radikalisme," kisahnya.

Akun Anita Vieno Senduk men­egaskan, terpengaruhnya anak-anak dengan radikalisme, karena pemer­intah seperti membiarkan organisasi masyarakat yang cenderung ber­sikap radikal tumbuh bebas di negeri ini, "Ini semua karena pemerintah membiarkan ormas radikal tumbuh berkembang di negeri kita ini."

Akun Jaka Dilaga memprediksi, Indonesia akan hancur bukan karena serangan bangsa lain, namun karena serangan isme yang menyasar anak-anak Indonesia.

"Hmm, pada akhirnya nanti neg­ara Indonesia ini hancur bukanlah akibat diserang oleh negara asing, melainkan oleh radikalisme bangsa Indonesia itu sendiri," komen­tarnya.

Akun Ade Pras mengusulkan, untuk mencegah paham radikalisme menyasar anak-anak, sebaiknya pemerintah menggencarkan upaya-upaya pencegahan. "Di sekolah-sekolah diajarkan saja semacam program deradikalisasi untuk me­nangkal itu," usulnya.

Sementara itu, akun Adrie Waya mengatakan, keberadaan kelompok separatis di daerah juga memiliki kontribusi tumbuhnya radikalisme di Indonesia. "Tuh Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang nyata-nyata teroris dibiarkan," sebutnya.

Selain paham radikalisme, akun Hari Prasetyo menilai paham ko­munisme juga sangat berbahaya menyentuh anak-anak di Indonesia. "Lebih-lebih yang sudah terkena paham komunisme. Itu lebih bahaya pak. Jangan diremehin tuh paham komunisme," tuturnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA