Kepala Bidang Investigasi Densus 88 Faisal Tayeb mengaku cemas radikalisme keagamaan kini meÂnyasar anak-anak.
Dia mencontohkan kasus Bahrun Naim, yang pandai mempengaruhi anak-anak untuk mengamini paham radikalisme.
Faisal mengatakan, ada kasus satu anak dididik Bahrun Naim sejak berusia sembilan tahun dan kini telah setara dengan usia siswa SMA kelas I. "Anak ini sudah bisa buat bom. Sudah beberapa kali percobaan dan meledak," kata Faisal di Universitas Indonesia, Depok, kemarin.
Menurut Faisal, anak itu akan diÂjadikan pembuat senjata oleh kelomÂpok Bahrun Naim. Setelah anak itu merakit senjata, kelompok lain akan mengambil hasil kreasinya. "Anak ini bikin, kelompok lain mengambil dari dia. Ini masalah besar yang kami hadapi," ucap Faisal.
Faisal menyebutkan, pihaknya tidak berupaya menyeret anak-anak yang terkena pengaruh radikalisme ke pengadilan. Melainkan menemÂpuh program deradikalisasi.
Nah, kecemasan petinggi Densus 88 juga disuarakan khalayak netizen. Namun, salah satu netizen menilai keberadaan gerakan separatis di seÂjumlah daerah juga membahayakan anak-anak, karena dapat terpengaruh paham radikal.
Kecemasan netizen disampaikan pada beberapa media sosial, antara lain, Facebook dan Twitter.
Misalkan, pengguna Facebook dengan akun Hasan Alkederi Polongo sependapat anak-anak rentan terpengaruh radikalisme. Menurut dia, anak-anak yang tingÂgal di lingkungan kumuh cenderung memiliki pengaruh lebih besar.
"Iya betul. Saya pantau terutama di lingkungan kumuh padat penduduk, orang tua mereka tidak peduli moÂralitas anak. Anak berbuat salah dibela, bahkan orang tuanya sampai mengajarkan untuk melawan. Ini fakta terjadi pada diri saya ketika saya mencoba untuk menertibkan kenakalan remaja," jelasnya.
Akun Sebastian Ope menilai, faÂham berbahaya yang mempengaruhi anak-anak tidak hanya radikalisme keagamaan. Namun, krisis moral anak.
"Yang harus dicemaskan itu radikalisme bicara. Yaitu bicara menghina agama yang bisa mengÂhancurkan kerukunan antar umat beragama," katanya.
Akun Novan Weneslay meminta Densus 88 untuk mencegah beÂredarnya kelompok radikal yang merekrut anak-anak untuk menjadi pengikutnya. Selain itu, kelompok radikal harus segera diciduk, seÂhingga paham radikal tidak dapat menyentuh anak-anak, "Ini patut diwaspadai sejak dini dan dicari sumber yang merekrutnnya, agar jelas dan nyata."
Akun Sainal Basri berpendapat, media sosial dan internat rentan mempengaruhi pertumbuhan anak. "Terutama pemberitaan dari corong-corong Israel. Apalagi sumber dari media sosial. Sangat berbahaya itu. Jangan lupa, orang tua harus perÂhatiin anaknya. Nanti tahu-tahu jadi teroris," wanti-wantinya.
Akun Bayu Santoso membeÂnarkan anak-anak sudah tersentuh paham radikalisme. Dia mengisahÂkan, dirinya baru-baru ini menerima sebuah video anak-anak yang sedang diberikan pendidikan radikalisme.
"Sangat benar. Beberapa saat lalu dapat kiriman video suatu daerah di daerah Solo. Anak-anak dididik dalam radikalisme," kisahnya.
Akun Anita Vieno Senduk menÂegaskan, terpengaruhnya anak-anak dengan radikalisme, karena pemerÂintah seperti membiarkan organisasi masyarakat yang cenderung berÂsikap radikal tumbuh bebas di negeri ini, "Ini semua karena pemerintah membiarkan ormas radikal tumbuh berkembang di negeri kita ini."
Akun Jaka Dilaga memprediksi, Indonesia akan hancur bukan karena serangan bangsa lain, namun karena serangan isme yang menyasar anak-anak Indonesia.
"Hmm, pada akhirnya nanti negÂara Indonesia ini hancur bukanlah akibat diserang oleh negara asing, melainkan oleh radikalisme bangsa Indonesia itu sendiri," komenÂtarnya.
Akun Ade Pras mengusulkan, untuk mencegah paham radikalisme menyasar anak-anak, sebaiknya pemerintah menggencarkan upaya-upaya pencegahan. "Di sekolah-sekolah diajarkan saja semacam program deradikalisasi untuk meÂnangkal itu," usulnya.
Sementara itu, akun Adrie Waya mengatakan, keberadaan kelompok separatis di daerah juga memiliki kontribusi tumbuhnya radikalisme di Indonesia. "Tuh Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang nyata-nyata teroris dibiarkan," sebutnya.
Selain paham radikalisme, akun Hari Prasetyo menilai paham koÂmunisme juga sangat berbahaya menyentuh anak-anak di Indonesia. "Lebih-lebih yang sudah terkena paham komunisme. Itu lebih bahaya pak. Jangan diremehin tuh paham komunisme," tuturnya. ***
BERITA TERKAIT: