Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Bontang Novita Elisabet Morong mengaku sudah meÂlayangkan surat panggilan kepada Dody dan Asriansyah sebanyak dua kali. Namun keduanya tak pernah muncul.
"Kami melayangkan panggiÂlan ketiga pada Senin (31/10). Kami akan tunggu hingga Kamis (3/11)," kata Novita.
Panggilan itu untuk menindaklanjuti surat penetapan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur agar terdakwa tindak piÂdana korupsi di DPRD Bontang periode 2000-2004 ditahan di rumah tahanan.
Perintah penahanan Dody yang kini Ketua DPD PDIP Kaltim itu tertuang dalam Surat Penetapan Nomor 90/Pen.Pid.TPK/2016/PT.SMR Tanggal 3 Oktober 2016 yang ditandatangani Soedarmaji.
Penetapan penahanan tersebut dikeluarkan setelah para terdakwa yakni Dody Rondonuwu, Yohanes Maru Dhara, dan Asriansyah menyaÂtakan banding setelah divonis Pengadilan Negeri Bontang dengan hukuman 14 bulan penÂjara dan denda Rp50 juta.
Dalam surat penetapan terseÂbut, ketua Pengadilan Tinggi Kaltim memerintahkan Kejari Bontang untuk melakukan penahanan atas terdakwa Dody Rondonuwu Cs dalam rumah tahanan negara di Bontang palÂing lama 30 hari terhitung sejak tanggal secara nyata telah diÂlaksaanakannya penetapan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Humas Pengadilan Tinggi Kaltim yang juga Hakim Tinggi Tipikor, Bachtiar Sitompul mengatakan, penahanan terhadap terdakwa tindak pidana korupsi (Tipikor) perlu dilakukan. "Pengadilan Tinggi memiliki kebijakan untuk meÂnahan terdakwa korupsi. Ada kebijakan melakukan penahÂanan," kata Bachtiar, Senin, 17 Oktober 2016.
Bekas Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru itu juga mengatakan, penahanan terhÂadap Dody Cs saat ini menjadi kewenangan Kejari Bontang. "Sekarang tinggal Kejari Bontang kapan melakukan, yang jelas 30 hari terhitung seÂjak mulai ditahan," jelasnya.
Dody Cs dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan hukuman 1 taÂhun 2 bulan (14 bulan) penjara, dalam perkara korupsi saat menjadi anggota DPRD Kota Bontang periode 2000-2004.
Dody bersama seluruh angÂgota DPRD Bontang kala itu didakwa menerima barang-barang untuk kepentingan pribadi, menerima beasiswa pendidikan, penyalahgunaan dana sewa rumah, tumpang tindihanggaran perjalanan dinas, peningkatan SDM dan premi asuransi jiwa yang dianggarÂkan melalui APBD Bontang tahun 2001, 2003 dan 2004. Atas anggaran tersebut setiap anggota DPRD Bontang menerima sedikitnya Rp 200 juta.
Sehingga para terdakwa dinilai terbukti bersalah dengan dakÂwaan subsider Pasal 3 junto Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan junto Pasal 64 ayat 1 KUHP. ***
BERITA TERKAIT: