Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Nguyen di Istana Vietnam, Komjen Syafruddin didampingi Sespri Wakapolri AKBP YS Ujung, Kadiv Teknologi Informasi Irjen Machfud Arifin, Kakorlantas Irjen Agung Budi dan Wakapolda Jateng Brigjen Amhar.
"Bersama Kemenlu untuk mengupayakan agar delapan orang WNI yang melakukan perompakan dan ditahan serta diproses hukum di Vietnam dapat diekstradisi ke Indonesia untuk diproses hukum di Indonesia," ujar Syafruddin dalam keterangannya, Senin (26/9).
Selain itu, Syafruddin juga mendiskusikan persoalan illegal fishing oleh nelayan Vietnam di wilayah kedaulatan Indonesia. Pada intinya meminta warga negaranya juga diperlakukan manusiawi.
"Mereka minta para nelayan yang ditangkap diperlakukan secara manusiawi. Vietnam sedang giat menyelesaikan masalah ini dengan mendidik dan sosialisasi terhadap para nelayan agar tidak melanggar hukum dan kedaulatan Indonesia," paparnya.
Syafruddin mengatakan hal lain yang dibicarakan dengan PM Vietnam adalah kerja sama di bidang pencegahan dan penangulangan kejahatan. Serta berbagi pengalaman pencegahan perdagangan gelap narkotika hingga penanggulangan kemacetan lalu lintas di Indonesia.
"Indonesia dan Vietnam sama-sama berpenduduk banyak dengan kepulauannya banyak. Kalau tidak bisa mengontrol masalah keamanan maka bisa jadi masalah besar," ujarnya.
Menangapi hal itu, Perdana Menteri Nguyen Xuan mengatakan, solusi penanganan kejahatan adalah hubungan kerja sama. Permasalahan yang ada harus dibicarakan dengan transparan.
"Berharap Polri bekerja sama erat dengan Vietnam. Kalau ada problem kita bersifat terbuka dengan semangat kemitraan strategis," tambahnya.
Sebelumnya, Pengadilan Vietnam menjatuhkan putusan untuk delapan WNI yang ditahan karena membajak kapal tanker berbendera Malaysia tahun 2015 lalu. Delapan WNI itu akan diserahkan kepada otoritas Malaysia untuk diadili.
Pada Juni 2015 lalu, delapan WNI itu ditemukan hanyut di atas perahu karet yang terdapat di Pulau Tho Chu, wilayah perairan Vietnam. Kepada otoritas setempat mereka mengaku mengalami insiden di laut namun dicurigai karena mendapati para WNI membawa uang tunai dalam jumlah besar.
Mereka kemudian dituding membajak kapal tanker MT Orkim Harmony berbendera Malaysia dan ditangkap. Baik Indonesia maupun Malaysia sama-sama mengajukan permohonan ekstradisi untuk delapan WNI.
"Pengadilan rakyat Hanoi menolak permintaan Kedutaan Besar Indonesia untuk memulangkan para tersangka ke negara asalnya untuk diadili," bunyi pernyataan Pengadilan Vietnam seperti dikutip media lokal VNExpress dan dilansir AFP pada 13 September 2016.
"Pengadilan menerima permintaan Malaysia untuk mengekstradisi pria-pria ini ke Malaysia," kata pernyataan itu.
Putusan itu, sebut VNExpress, didasarkan pada kesepakatan hukum saling menguntungkan antara Vietnam dengan Malaysia. Para terdakwa memiliki waktu 15 hari untuk mengajukan banding atas putusan pengadilan tersebut.
MT Orkim Harmony membawa sekitar enam ribu ton bensin dengan nilai ditaksir mencapai USD 5,6 juta atau Rp 73,7 miliar. Pada 11 Juni 2015, kapal tanker ini berlayar dari pantai barat Malaysia ke Pelabuhan Kuantan yang ada di pantai timur Malaysia.
Delapan tersangka menghindari otoritas setempat dengan meloloskan diri menggunakan perahu karet saat langit gelap. Sebanyak 22 awak kapal tanker Malaysia yang dibajak tidak mengalami cedera berarti kecuali seorang ABK asal Indonesia yang terkena luka tembak di paha.
[wah]