"Selaku anggota DPD, saya menyatakan prihatin," kata Senator Jakarta ini dalam keterangan resminya kepada redaksi, Senin (19/9).
Dailami menyayangkan sikap KPK yang menurutnya buru-buru menangkap dan menetapkan IG sebagai tersangka. "Saya melihat bahwa sikap KPK tersebut sangat berlebihan. Saya tentu tetap berpendapat bahwa korupsi berapapun jumlahnya harus diusut," lanjut dia.
Dari kasus yang menimpa IG ini, Dailami melihat ada indikasi kuat bahwa KPK bersikap tebang pilih dalam menangani masalah korupsi. "Mengapa saya katakana ada indikasi kuat KPK bersikap tebang pilih? Karena KPK membiarkan kasus-kasus korupsi yang nilainya jauh lebih besar dari 'sekadar Rp 100 juta'," ungkapnya.
Dailami pun bertanya kepada KPK bagaimana tindak lanjut pengusutan kasus kasus BLBI yang jelas-jelas merugikan keuangan negara tidak kurang dari Rp. 700 triliun.
"Sekali lagi, kasus BLBI merugikan negara Rp. 700 triliun, bukan juta lagi, tapi sudah triliun. Kasus Bank Century Rp. 6,7 triliun. Sebenarnya bukan rahasia umum lagi jika kita tahu siapa koruptor dari BLBI dan Century tersebut," ujar Dailami.
Lanjut dia, termasuk kasus RS Sumber Waras yang diduga melibatkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. BPK berdasarkan hasil audit investigasi telah merilis bahwa dalam kasus pembelian lahan RS tersebut terdapat kerugian negara sebesar Rp 191 miliar. Namun, KPK dengan dengan arogan mengabaikan audit investigasi yang dilakukan BPK.
Menurutnya, sikap KPK mengabaaikan hasil investigasi BPK sebagai lembaga negara benar-benar mengusik rasa keadilan. Betapa tidak, selama ini, BPK menjadi acuan bagi KPK dalam mengusut kasus-kasus korupsi. Sudah berapa banyak pelaku korupsi dipenjarakan oleh KPK atas dasar investigasi dari BPK. Tapi dalam kasus RS Sumber Waras, KPK mengabaikan BPK. Sangat tidak adil rasanya.
Seharusnya, tambah Dailami, KPK mengadili semua koruptor, tanpa kecuali. Jangan kemudian tebang pilih! Semua koruptor harus dipidana, termasuk BLBI, Century, Sumber Waras, Taman BMW, TransJakarta. Berapa rupiah pun uang negara tak boleh dikorupsi, dan korupsi berapa pun tetap harus dikoreksi.
"Logikanya, kalau yang Rp 100 juta saja KPK begitu semangat menangkapnya, apalagi untuk yang ribuan kali lebih banyak korupsinya, mestinya juga semangatnya ribuan kali lebih banyak! Jangan malah KPK menutupnya dengan menyatakan tidak ada niat jahat," tutup dia dengan nada prihatin.
[rus]
BERITA TERKAIT: