Bupati Seperti Ini Kok Bisa Dipilih

Bayar Naik Haji Pakai Duit Suap

Selasa, 06 September 2016, 08:38 WIB
Bupati Seperti Ini Kok Bisa Dipilih
Yan Anton Ferdian/Net
rmol news logo Ibadah haji merupakan ritual suci untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Apa jadinya jika prosesi keagamaan itu justru diraih dengan cara haram. Bupati Banyuasin, Yan Anton Ferdian diduga menggunakan uang suap untuk naik haji. Ya ampun, bupati seperti ini kok bisa dipilih.

Diungkapkan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, KPK menduga Yan Anton Ferdian menggunakan uang hasil suap untuk beribadah haji yang seharusnya berangkat kemarin. Tidak sendirian, Sang Bupati juga mengajak istrinya berhaji dengan uang haram.

Dugaan itu didasari atas disitanya bukti setoran biaya pergi haji ke sebuah biro perjalanan sebesar Rp 531,6 juta untuk dua orang atas nama Yan Anton dan istrinya. Uang itu, bagian dari dugaan suap yang diterima Yan Anton dari Direktur CV Putra Pratama Zulfikar Muharrami, sebesar Rp 1 miliar.

"Jumlah diminta Rp 1 miliar itu Rp 531.600.000 ditransfer ke PT TB (Turisina Buana), itu pembayaran berdua. Dia (Yan) juga sudah tanyakan kira-kira berapa biaya diperlukan, termasuk 11.200 dolar Amerika serikat untuk dipakai di sana," jelas Basaria saat konferensi pers di KPK, kemarin.

Parahnya lagi, penangkapan Yan Anton justru dilakukan ketika dia sedang menggelar acara pengajian sukuran menjelang keberangkatannya ke Tanah Suci, Minggu (4/9). Namun, KPK berbaik hati tidak melakukan penangkapan saat pengajian berlangsung. "Jadi dalam hal ini, KPK menunggu dulu sampai selesai acaranya," ujarnya.

Yan Anton ditangkap di rumah dinasnya di Jalan Lingkar Nomor 1, Banyuasin, Sumatera Selatan. Di tempat yang sama, KPK menangkap dua anak buah Yan yakni Kasubag Rumah Tangga Pemkab Banyuasin Rustami dan Kepala Dinas Pendidikan Banyuasin Umar Usman.

Di tempat terpisah, KPK mengamankan Kepala Seksi Pembangunan Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Banyuasin Sutaryo dan Kirman selaku orang kepercayaan Yan. "Untuk ZM (Zulfikar Muharrami) diamankan di hotel di Mangga Dua, Jakarta," beber Basaria.

KPK menduga Yan Anton dibantu Rustami, Umar Usman, Sutaryo dan Kirman menawarkan sejumlah proyek di Disdik Pemkab Banyuasin kepada Zulfikar yang disetujui dengan kemudian memberikan suap Rp 1 Miliar sesuai permintaan Yan Anton. Atas perbuatannya, Zulfikar Muharrami sebagai pemberi suap dijerat pasal 5 ayat 1 huruf (a) atau huruf (b) atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan, Yan Anton Ferdian, Rustami, Sutaryo, Kirman dan Umar Usman sebagai penerima suap dijerat pasal 12 (a) atau (b) atau pasal 11 UU Nomor 31/1999 junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Peristiwa ini, sontak membuat geram Mendagri Tjahjo Kumolo. Dia mengaku turut bersalah dengan adanya penangkapan tersebut. "Saya terkejut, prihatin dan merasa ikut bersalah. Sangat disayangkan masih ada oknum kepala daerah yang terkena OTT (operasi tangkap tangan) oleh KPK dalam indikasi kasus suap proyek daerah," ujar Tjahjo di Jakarta, kemarin.

Tjahjo mengingatkan kembali seluruh kepala daerah untuk berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan. Dia pun meminta kepala daerah menghindarkan diri dari proyek daerah yang koruptif. "Memahami area rawan korupsi dan menghindari suap-menyuap proyek harusnya dipahami oleh siapa pun kepala daerah, termasuk juga saya," katanya.

Menurut dia, Kemendagri masih menunggu surat resmi dari KPK terkait penonaktifan Yan Anton Ferdian sebagai kepala daerah.

Namun, dia menjamin penahanan Yan Anton tidak akan menganggu jalannya pemerintahan di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Sebab, masih ada wakil bupati dan sekretaris daerah yang dapat menjalankan roda pemerintahan.

Terpisah, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Syafuan Rozi miris atas persitiwa itu. Berani-beraninya, seorang bupati menggunakan uang suap untuk berangkat haji. Baginya, moralitas orang itu sudah hancur. "Aneh, bupati seperti ini kok bisa terpilih," ujar Syafuan kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurutnya, perlu ada komitmen tegas antara pemilih dan yang dipilih begitu seorang pemimpin dilantik. Misalnya, melakukan perjanjian apa yang akan dilakukan jika kepala daerah melakukan korupsi. Pasalnya, peristiwa ini bisa saja terjadi di daerah lain. "Apalagi uangnya buat naik haji, ini kan parah betul," pungkasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA