Kali ini, Ahok menjelaskan secara keseluruhan saat menjadi saksi terdakwa Mohamad Sanusi dalam sidang kasus suap pembahasan Raperda RTRKSP dan pencucian uang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/9).
Berawal dari tidak sejalannya Pemprov DKI dengan DPRD dimulai tentang pasal kontribusi tambahan 15 persen dikali NJOP dari total lahan yang dibebankan kepada pihak pengembang.
Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) dan Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik termasuk yang keberatan adanya pasal tersebut.
Ahok mengatakan, Taufik dan beberapa anggota di Balegda ngotot agar tambahan kontribusi 15 persen itu dikonversikan dalam kewajiban kontribusi sebesar lima persen.
"Taufik dan Balegda bersikeras keberatan. Tambahan kontribusi itu ditafsirkan oleh Balegda dengan mengonversi ke kontribusi 5 persen," ujar Ahok.
"Yang jadi persolaannya, yang dilaporkan ke kami, di Balegda bahwa tambahan kontribusi itu ditukar guling saja dengan kontribusi 5 persen. Itu yang saya tolak. Itu saya tolak mentah-mentah," imbuhnya.
Lebih lanjut, Ahok mengaku pihak pengembang tidak ada yang merasa keberatan dengan adanya pasal tersebut. Bahkan ia telah memberikan opsi kepada pihak pengembang untuk membayarkan kontribusi tambahan tersebut diawal atau diakhir proses pembangunan reklamasi pantai utara Jakarta.
"Tidak ada yang berani ngomong keberatan. Semuanya iya iya saja. Makanya saya kaget begitu ada kasus ini," ucap Ahok.
Meski demikan, mantan bupati Belitung Timur itu mengutarakan, ada kesepakatan antara Pemprov DKI dan DPRD DKI mengenai ketentuan tambahan kontribusi diatur dalam Raperda dan besarannya dituang dalam Pergub.
"Tidak ada jalan keluar. Kalau mereka mau sahkan Perdanya, saya keluarkan Pergub. Kalau perdanya disahkan dan saya tanda tangan Pergub, selesai masalahnya," kata Ahok.
[wid]
BERITA TERKAIT: