Edy Nasution Juga Ikut Urus Perkara Sengketa Lahan Gading Serpong

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 31 Agustus 2016, 15:07 WIB
Edy Nasution Juga Ikut Urus Perkara Sengketa Lahan Gading Serpong
Edy Nasution/Net
rmol news logo . Pegawai PT Artha Pratama Anugerah, Doddy Aryanto Supeno ternyata tidak hanya diperintahkan untuk mengurus penundaan proses "aanmaning" atau peringatan eksekusi terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT Across Asia Limited (AAL).

Chairman PT Paramount Enterprise, Eddy Sindoro juga pernah memerintahkan Doddy untuk mengurus perkara sengketa lahan Gading Serpong antara PT Jakarta Baru Cosmopolitan (PT JBC) dengan ahli waris Tan Hok Tjioe. Eddy meminta Doddy mengurus penundaan eksekusi lahan perusahaan yang merupakan salah satu perusahaan di bawah Lippo Group.

Permintaan penundaan putusan pengadilan mengeksekusi lahan tersebut tertera dalam surat tuntutan Doddy Aryanto Supeno yang dibacakan jaksa penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/8).

"Bahwa pemberian pada 20 April 2016 sebesar Rp 50 juta, selain untuk pengajuan peninjauan kembali, juga diberikan untuk penundaan eksekusi atas tanah milik PT Jakarta Baru Cosmopolitan," ujar Jaksa Tito Jaelani saat membaca tuntutan Doddy.

Awalnya, berdasarkan putusan Raad Van Yustitie di Jakarta tanggal 12 Juli 1940 No 232/1937, pada November 2014 dan 16 Februari 2015, kuasa hukum ahli waris Tan Hok Tjian mengajukan surat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengenai permohonan eksekusi putusan Raad Van Yustitie di Jakarta tanggal 12 Juli 1940 No 232/1937.

Pada bulan November 2015, Direktur PT JBC, Ervan Adi Nugroho memperoleh surat dari PN Jakpus perihal permohonan eksekusi lanjutan yang belum didistribusikan.

Atas surat tersebut, Ervan Adi Nugroho meminta kepada Wresti Kristian Hesti, pegawai bagian legal pada anak perusahaan Lippo Group, untuk mempelajari surat tersebut dan menunda pelaksanaan putusan itu dengan meminta tolong kepada Eddy Sindoro.

Hesti mempelajari surat tersebut dan menyampaikan hasilnya kepada Eddy Sindoro dan Ervan Adi Nugroho.

Hesti menyampaikan bahwa pada kalimat akhir surat tersebut isinya harus disamakan dengan surat dari PN Jakpus yang terdahulu, yakni dengan mengubah kalimat dalam surat tersebut dari "belum dapat disekskusi" diganti dengan "tidak dapat dieksekusi".

Menindaklanjuti permintaan tersebut, Hesti selanjutnya menemui panitera PN Jakpus Edy Nasution dan menyampaikan permintaan Ervan Adi Nugroho untuk menunda pelaksanaan eksekusi putusan. Atas permintaan tersebut, Edy Nasution menyampaikan bahwa surat tersebut belum dikirim ke mana-mana.

Doddy Aryanto Supeno dinilai terbukti memberi suap sebesar Rp 150 juta kepada Edy Nasution untuk menunda proses "aanmaning" atau peringatan eksekusi terhadap PT MTP, dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT AAL.

Padahal, waktu pengajuan PK tersebut telah melewati batas yang ditetapkan undang-undang. Kedua perusahaan tersebut merupakan anak usaha Lippo Group.

Doddy Aryanto Supeno dituntutan lima tahun penjara dan denda Rp150 juta subsidair tiga bulan kurungan penjara. Asisten Eddy Sindoro itu dinilai telah terbukti bersalah memberi suap Rp150 juta kepada Edy Nasution.

Doddy didakwa bersama-sama dengan pegawai (bagian legal) PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti, Presiden Direktur PT Paramount Enterprise yang juga menjabat Direktur PT JBC, dan Eddy Sindoro. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA