Kabar empat sandera sakit datang dari Risna, sepupu sandera bernama Muhammad Sofyan (oliman). Sofyan bersama Muhammad Nasir (masinis III), Ismail (mualim I) dan Robin Piter (juru mudi) disandera kelompok Al Habsy Misaya, salah satu faksi Abu Sayyaf.
Awalnya, tujuh sandera kru kapal Charles dijadikan satu kelompok. Namun, setelah pemerintah Filipina kian massif menggempur faksi-faksi Abu Sayyaf, ketujuh WNI yang disandera 22 Juni lalu di kawasan Laut Sulu, Filipina, dipecah. Tiga sandera lainnya, Ferry Arifin (nahkoda), Muhammad Mahbrur Dahri (KKM), Edi Suryono (Masinis II) berada di kelompok lain dan belum diketahui rimbanya.
Risna, sepupu Sofyan terkejut mendapatkan telepon dari Sofyan yang telah disandera selama 43 hari. Berbicara dengan nada lirih, Sofyan mengaku lambungnya sakit karena kelaparan. Sambil terbata-bata, Sofyan bercerita terkadang dalam satu hari dia tidak makan. Kalau pun makan, porsinya sangat minim lantaran harus berbagi dengan sandera lain. Logistik yang dimiliki para teroris kian menipis di medan tempur. "Di sana mereka kekurangan makanan," ujar Risna di Samarinda, kemarin.
Kondisi Sofyan lebih beruntung dari dua rekannya, Muhammad Nasir dan Muhammad Robin. Nasir, menderita luka infeksi di kaki lantaran terus bergerak dari satu titik ke titik lain di hutan Filipina demi menghindari serangan militer. Sementara Robin, kondisinya sudah sangat lemah sampai harus ditandu dan sulit berbicara.
Sebelum Sofyan menghubungi pihak keluarga, pekan lalu Ismail lebih dahulu menghubungi istrinya, yang bernama Dian Megawati. Mega, pada Selasa (2/8) datang ke Jakarta dan mendatangi Crisis Centre Kementerian Luar Negeri. Mega resah, dia meminta informasi akurat dari pemerintah tentang suaminya dan korban lainnya.
Konon, kondisi terdesak para kombatan itu sampai menurunkan harga tebusan para sandera. Awalnya, mereka meminta tebusan 250 juta peso setara Rp 69,7 miliar untuk seluruh sandera. Kini, harga itu turun menjadi 150 juta peso setara Rp 41, miliar. Turunnya harga tebusan itu datang dari PT PP Rusianto Bersaudara, pengusaha pengiriman batubara, pemilik kapal Charles. Secara sepihak, dia terus berkomunikasi dengan militan Abu Sayyaf agar seluruh karyawannya yang disandera dibebaskan.
Menkopolhukam Wiranto mengatakan, pemerintah Indonesia tidak akan pernah berkompromi dengan kelompok Abu Sayyaf. Pemerintah tidak akan mengalah meski ada ancaman yang dilontarkan pihak penyandera. "Kami tidak akan mengalah pada ancaman mereka," tegas Wiranto di kantornya, kemarin.
Wiranto mengatakan, ancaman itu tidak semata-mata ditujukan kepada sandera, tetapi juga menyandera kehormatan bangsa Indonesia sebagai negara berdaulat. Saat ini pemerintah terus berupaya melakukan pembebasan sandera bersama pemerintah Filipina.
Seluruh jajaran angkatan bersenjata, kata Wiranto, sudah disiapkan jika sewaktu-waktu dibutuhkan oleh Filipina dalam operasi militer bersama untuk menumpas kelompok Abu Sayyaf.
Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Mardigu Wowiek Prasantyo mendesak pemerintah membebaskan para sandera dengan cara terbaik. Dalam hal ini, cara paling cepat adalah membayar uang tebusan. Menurutnya, kelompok Abu Sayyaf saat ini semakin terdesak. Biasanya, dalam kondisi terdesak, kelompok teror akan semakin tidak berfikir jernih. "Kasian mereka. Pak Jokowi, kapan mereka dibebaskan?" ujar Mardigu kepada
Rakyat Merdeka.Saat ini, yang dibutuhkan adalah negosiasi cepat. "Yang penting, saudara kita ini bebas dahulu. Setelah itu baru kita introspeksi, kenapa kita terus kecolongan," pungkasnya. ***
BERITA TERKAIT: