Seharusnya Penjarakan Dan Sita Harta Pengemplang Pajak

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Minggu, 10 Juli 2016, 13:16 WIB
Seharusnya Penjarakan Dan Sita Harta Pengemplang Pajak
net
rmol news logo Pemerintah harus memenjarakan dan menyita harta para pengemplang pajak, terutama yang datanya sudah gamblang diketahui publik melalui dokumen Panama Paper.

Langkah tersebut jauh lebih baik ketimbang memberikan pengampunan melalui Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty yang disahkan DPR RI pada 28 Juni lalu.

Hal itu dikemukakan Sekjen Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Sugeng Teguh Santoso dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (9/7). Dia bersama pihak lain akan menggugat UU Tax Amnesty melalui uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya dan sejumlah rekan pengacara akan mendampingi Yayasan Satu Keadilan (YSK) dan Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) yang bertindak sebagai penggugat di sidang MK. Gugatan akan kami daftarkan Senin, 11 Juli," ujarnya.

Menurut Sugeng, pemberian uang tebusan dengan tarif ringan bagi pengemplang pajak merupakan sebuah ironi. Undang-undang adalah produk hukum, di mana inti dari sebuah produk hukum adalah meciptakan efek jera bagi pelaku dan menjadi pelajaran untuk tidak mencoba-coba melanggar hukum. Bahwa, UU Tax Amnesty memberikan keringanan bagi pengemplang pajak jelas sebuah ironi hukum di negara yang menyatakan diri berlandaskan hukum.

"Seharusnya penjarakan pelakunya dan sita harta kekayaannya. Bukannya menggelar karpet merah seolah-olah mereka warga negara yang baik dan berjasa bagi negara," bebernya.

Uang tebusan dengan tarif ringan sebagaimana termaktub dalam UU Tax Amnesty juga terlalu menyederhanakan persoalan, bila dilihat dari instrumen penegakan hukum perpajakan yang dimiliki dan dapat digunakan oleh pemerintah. Instrumen itu terkait dengan Direktorat Perpajakan Internasional dan Direktorat Intelijen Perpajakan yang baru dibentuk oleh Direktorat Perpajakan.

"Instrumen ini seharusnya langsung diberikan tanggung jawab mengejar pengempalang pajak yang daftarnya ada di Panama Paper," kata Sugeng.

Selain itu, dalam pertemuan negara-negara anggota G20 di Shanghai 26-27 Februari 2016 lalu telah disepakati implementasi pertukaran informasi secara otomatis di bidang perpajakan atau Automatic Exchange of Information/(AEOI) tahun 2017.

Dengan kerja sama itu maka pada saatnya pengemplang pajak akan mengemis melaporkan harta kekayaannya kepada pemerintah Indonesia, jika tidak mau mendapat konsekuensi tertentu.

"Oleh sebab itu, tidak ada jalan lain dan demi penegakan hukum, demi memberikan efek jera dan demi memperbesar pemasukan terhadap negara, maka MK harus membatalkan UU Tax Amnesty," ujar Sugeng.

Dalam sidang uji materi nanti, Sugeng dan tim mengajukan sejumlah argumen yang diyakini akan membuat hakim MK tak bisa berkelit dan membatalkan UU Tax Amnesty. Jika tidak ingin dipermalukan oleh publik.

"Kami akan mengajukan sejumlah alasan yang membuat MK tidak bisa tidak harus membatalkan undang-undang yang tidak masuk akal itu," tegas Sugeng. [wah] 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA