Kelar digarap penyidik, Sanusi mengaku telah membeberkan seluruh keterangan yang diketahuinya terkait kasus dugaan suap pembahasan dua Raperda tentang reklamasi di teluk Jakarta. Termasuk dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus tersebut.
"Semuanya sudah saya buka sama KPK," cetus Sanusi sebelum masuk mobil tahanan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (30/5).
Terkait adanya upaya barter kontribusi kewajiban pengembang dalam proyek rekamasi 17 pulau di pesisir pantai Jakarta dengan Pemprov DKI Jakarta, Sanusi mengaku tidak mengetahuinya.
Namun menurutnya secara prosedur barter yang diminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dinilai melanggar. Sebab regulasi soal kewajiban pengembang yang tertuang dalam Raperda belum di ketuk palu.
"Saya tidak tahu soal barter. Secara prosedur harusnya Raperda jadi dulu yah," singkatnya.
Sebelumnya, dalam pengembangan kasus tersebut KPK menemukan indikasi adanya pihak lain yang turut menerima suap dari para pengembang. Temuan itu yang menjadi salah satu fokus KPK saat ini.
KPK belum mau membuka apakah pihak-pihak lain itu dari pihak DPRD DKI atau dari Pemerintah Provinsi DKI. Namun KPK terus menelisik indikasi itu tersebut dengan mencari bukti-bukti dan fakta-fakta melalui keterangan saksi yang telah dipanggil KPK.
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan tiga tersangka. Yaitu Mohamad Sanusi, Presiden Direktur PT APL Ariesman Widjaja, dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro.
Sanusi diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar‎ dari PT APL terkait dengan pembahasan Raperda RWZP3K dan Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta oleh DPRD DKI. Di mana kedua raperda itu sudah 3 kali ditunda pembahasannya di tingkat rapat paripurna.
Adapun selaku penerima, Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan Ariesman dan Trinanda selaku pemberi dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
[zul]
BERITA TERKAIT: