Pasalnya, uang tersebut diduga bukan dari kantorng pribadi mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Syafri Syafii, dan mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Edi Santroni.
Perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu ini bermula saat Junaidi Hamsyah menjabat Gubernur Bengkulu periode 2012-2015 mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur nomor Z.17XXXVIII tentang Tim Pembina Manajemen RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu.
SK itu diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas. Berdasarkan Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak mengenal tim pembina. Akibat SK yang dikeluarkannya, negara disinyalir mengalami kerugian sebesar Rp 5,4 miliar.
Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, menjelaskan, pihaknya akan mendalami dugaan keterlibatan Junaidi Hamsyah. Untuk saat ini penyidik masih fokus dalam pemeriksaan lima tersangka yang diciduk dalam operasi tangkap tangan pada Senin kemarin (23/5).
"Itu nanti akan didalami. Inikan baru selesai operasi tangkap tangan, dan baru ada pemeriksaan pertama dan untuk penetapan tersangka," ujar Yuyuk saat dikonfirmasi, Rabu (25/5).
Yuyuk menambahkan pihaknya akan menelisik sumber uang yang diberikan Syafri dan Edi kepada Janner dan Toton. Penyidik akan mencari darimana uang tersebut, dan siapa sumber uang tersebut.
Lebih jauh, KPK juga akan menelisik kemungkinan ada pihak lain yang turut menerima aliran itu. Mengingat, selain Janner dan Totton, majelis hakim penanganan perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSMY itu juga diisi oleh hakim Siti Insirah.
"Baru dua (hakim). Tapi KPK tetap akan melakukan pengembangan," ucap Yuyuk.
[ald]
BERITA TERKAIT: