Perempuan Lintas Iman Tolak Hukuman Kebiri Dan Eksekusi Mati

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Sabtu, 14 Mei 2016, 10:36 WIB
Perempuan Lintas Iman Tolak Hukuman Kebiri Dan Eksekusi Mati
ilustrasi/net
rmol news logo Deretan peristiwa perkosaan yang dilakukan secara berkelompok terhadap anak perempuan beberapa bulan terakhir ini menunjukkan bahwa Indonesia sudah berada pada kondisi darurat kekerasan seksual.

Respons atas kondisi itu dikeluarkan oleh Perempuan Lintas Iman, yang terlibat dalam Lokakarya Perempuan dan Perdamaian Lintas Iman yang digagas oleh Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) bekerjasama dengan Gereja Kristen Sumba di Waingapu, Sumba, (10-11 Mei).

Menurut mereka, kekerasan seksual termasuk perkosaan yang dilakukan baik secara individu maupun berkelompok terhadap perempuan dan anak mengakibatkan trauma, stigma, dan kekerasan berlapis lainnya, bahkan kematian. Kekerasan seksual adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Karena itu Perempuan Lintas Iman meminta pejabat publik dan masyarakat untuk tidak melakukan kekerasan berikutnya kepada korban dan keluarga melalui pendapat dan pandangan yang menyalahkan korban.

Mereka mendesak negara untuk memastikan ada regulasi dan mekanisme perlindungan terhadap perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan.

"Kami mendorong pemerintah segera mensahkan RUU Kekerasan Seksual," tulis kelompok tersebut dalam pernyataan pers yang disebarkan Kepala Humas PGI, Jeirry Sumampow.

Meski mendesak negara untuk memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada pelaku kekerasan seksual demi memberi efek jera, namun mereka menolak hukuman kebiri dan hukuman mati karena hanya akan menimbulkan persoalan baru.

"Hukuman kebiri dapat menyebabkan pelaku mengalami masalah psikologis dan melakukan tindakan kekerasan lain yang lebih beringas. Sedangkan hukuman mati tidak sesuai dengan sila pertama Pancasila, yaitu pengakuan akan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai yang berhak mencabut nyawa manusia, sekaligus menyalahi hak asasi manusia, yaitu hak untuk hidup," demikian Perempuan Lintas Iman.

Mereka mendesak lembaga-lembaga keagamaan untuk mengembangkan kurikulum pendidikan anak dan remaja yang mengintegrasikan pendidikan seksual, kesehatan reproduksi, nilai-nilai perdamaian, antikekerasan, dan penghargaaan perbedaan. Selain itu lembaga-lembaga keagamaan perlu memfasilitasi proses trauma healing dan perlindungan bagi korban dan keluarganya.

Pernyataan itu diteken 42 peserta dari Sumatera Utara, Lampung, Jakarta, Banten, Bandung, Jawa Tengah, Jogja, Jawa Timur, Kupang dan Sumba di Waingapu, Sumba Timur. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA