Peneliti Politik Anggaran Fitra Gurnadi R. menjelaskan, pihaknya telah melaporkan Gubernur Rano ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada 5 Mei lalu. Pasalnya, Fitra menemukan dugaan korupsi dana hibah dan bansos senilai Rp 378 miliar.
Fitra melakukan investigasi terhadap 196 instansi/lembaga/organisasi masyarakat yang menerima dana bansos dan hibah, ditemukan terdapat 144 instansi yang tidak tertib aturan. Tertib aturan yang dimaksud adalah memiliki kepengurusan yang jelas, dan berkedudukan di wilayah administratif di daerah setempat atau di Provinsi Banten. Hasilnya, terdapat ada lembaga/instansi/organisasi masyarakat yang menerima dana hibah tidak berada di wilayah Banten. Sehingga menjadi pelanggaran hukum, bukan lagi hanya pelanggaran administrasi atau prosedural.
"Ada yang menerima bansos tapi bukan di wilayah Banten. Ini bukan kesalahan administratif, bukan prosedur, ini kesalahan hukum. Akhirnya yang harus dilakukan adalah KPK atau Kejaksaan atau Kepolisian harus menindaklanjuti temuan-temuan ini," kata Gurnadi di kantornya, Jakarta, Minggu (8/5).
Selain itu, ada potensi dana hibah dan bansos mengalir ke yayasan yang berafiliasi langsung ke calon kepala daerah petahana menjelang Pilkada Banten 2017. Pihaknya tengah menelusuri potensi ini. Ia mengatakan, sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah memberikan rambu-rambu dan tenggat waktu bagi Pemprov Banten untuk memenuhi proposal pencairan dana hibah dan bansos pada saat melakukan audit, namun pemprov tidak bisa memenuhi dan membuktikan keberadaan proposal.
Menurut Gurnadi, di dalam Peraturan Gubernur Banten, memang ada deskresi untuk melakukan evaluasi terkait pencairan dana bansos di Banten.
"Yang ditemukan adalah dana bansos dan hibah tidak ada pelaporan, dana cair begitu saja. Padahal syarat cairnya dana bansos atau hibah adalah akuntabilitas, atau dapat dipertanggungjawabkan," tandasnya.
[wah]
BERITA TERKAIT: