Hal ini dikatakan kuasa hukum termohon praperadilan dari Binkum Polda Metro Jaya, yaitu Kompol Nova Irone Surentu, AKBP Gunawan, dan Briptu M Ibnu, saat memberikan jawaban dalam permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (29/3).
Tersangka Poniman mempraperadilankan Polda Metro Jaya karena menilai pencekalan dan penetapan tersangka terhadap dirinya dalam perkara pemalsuan akta otentik Yayasan Perguruan Wahidin tidak sah.
"Semua sudah sesuai prosedur UU Polri, KUHAP, dan UU Imigrasi," bantah Nova.
Bahkan, kata Nova, pihaknya sudah mengantongi tiga alat bukti berdasarkan keterangan bukti dokumen, 31 orang saksi yang keterangannya saling berkaitan, dan keterangan tiga orang ahli yang terdiri atas ahli yayasan, ahli pidana, dan ahli kenotariatan.
Sebelum sidang dimulai sempat terjadi ketegangan karena hakim tunggal Asiadi Sembiring merasa tidak nyaman atas kehadiran para jurnalis yang menghadiri sdang terbuka itu.
Usai membacakan jawaban atas permohonan praperadilan, Hakim Asiadi Sembiring menjadwalkan pembuktian dari pihak pemohon pada esok hari (Rabu, 30/3).
Secara terpisah, kuasa hukum ahli waris almarhum Sudarmo Mahyudin dari pihak Yayasan Perguruan Wahidin, Robi Anugerah Marpaung, menyoroti keanehan dalam sidang praperadilan. Saat hakim bertanya kesiapan pembuktian pihak pemohon, kuasa hukum pemohon malah menyerahkan pembuktian kepada pihak termohon Polda Metro Jaya.
"Seharusnya pihak yang mendalilkan yang membuktikan. Ini bukan perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),†kata Robi.
Robi juga menyoroti independensi hakim yang menyidangkan perkara praperadilan ini. Pasalnya, hakim Asiadi Sembiring juga memutus perkara yang sama dengan terpidana.
"Yang terpenting, kami selaku pemohon praperadilan sebelumnya sudah dimenangkan di PN Jakarta Selatan dan dinyatakan perkara harus dilanjutkan. Nah ini pihak Polda Metro Jaya dipraperadilankan lagi padahal sudah melanjutkan perkara sebagaimana diperintahkan pengadilan yang sama," ucapnya.
"Karena itu kami berharap hakim tidak masuk angin dan memutus praperadilan ini berdasarkan fakta bahwa ini adalah siding lanjutan dari praperadilan sebelumnya,†urai Robi.
Dalam sidang praperadilan yang diputus 24 Februari 2016, hakim tunggal Pudji Rahadi mengabulkan gugatan praperadilan almarhum Sudarmo Mahyudin terkait penghentian perkara (SP3) tersangka Siti Masnuroh. Alasan hakim saat itu, termohon Polda Metro Jaya tidak memberitahu adanya SP3 kepada pemohon.
Kasus ini berawal dari adanya konflik internal Yayasan Perguruan Wahidin pada 2008 silam. Konflik mencuat setelah Sudarmo diangkat sebagai kordinator Perguruan Wahidin. Sudarmo sendiri meninggal pada 24 Juli 2010.
Kemudian, Notaris Siti Masnuroh membuat Akta Nomor 77 tentang Pendirian Yayasan Perguruan Wahidin. Dalam akta itu, Sudarmo didesak menyerahkan perguruan ke tangan Poniman Asnim alias Ke Tong Pho, namun ditolak oleh Sudarmo.
Atas dasar itu, Sudarmo menduga ada pemalsuan akta oleh Siti Masnuroh yang kemudian mengaku disuruh oleh Poniman.
[ald]
BERITA TERKAIT: