Keputusan Kejaksaan Agung yang menghentikan perkara Novel Baswedan dengan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) melalui Kejari Bengkulu, mendapat perlawanan dari korban yang bernama Irwansyah Siregar. Melalui Kuasa Hukumnya, Irwansyah mendaftarkan gugatan Praperadilan atas SKPP Novel di PN Bengkulu, Selasa (1/3).
"Upaya perlawanan hukum ini dinilai tepat," kata Ketua PMHI, Fadli Nasution kepada aredaksi, Rabu (2/3).
Menurut Fadli, perlu adanya kepastian hukum terhadap suatu perkara yang dinyatakan telah P-21 atau lengkap oleh Kejaksaan. Seharusnya berakhir di Pengadilan, bukan malah dihentikan.
"Sesama institusi penegak hukum harus saling menghormati dan bersinergi," tambah dia.
Jelas Fadli, kinerja Kepolisian selaku penyidik dalam perkara ini, sudah selesai dengan bukti-bukti yang cukup. Demi keadilan, sebagai penuntut umum, Kejaksaan berkewajiban untuk melakukan penuntutan di depan sidang Pengadilan.
"Alasan Kejaksaan menerbitkan SKPP karena tidak cukup bukti dan daluwarsa terlalu dipaksakan," sambung Fadli.
Fadli menambahkan, berkas perkara Novel Baswedan sudah P-21, artinya lengkap dengan bukti-bukti yang cukup untuk diajukan ke penuntutan.
"Jadi kalau memang Kejaksaan punya itikad baik untuk melakukan penuntutan, kenapa tidak segera sebelum masa waktunya daluwarsa," tukasnya.
Sebelumnya, pada tahun 2010 Kejaksaan Agung juga pernah mengeluarkan SKPP untuk perkara Bibit-Chandra yang akhirnya dibatalkan oleh putusan Praperadilan. Kemudian Jaksa Agung mendeponering perkara tersebut, sehingga tidak sampai ke pengadilan.
[rus]
BERITA TERKAIT: