Dalam jalannya persidangan, dua ahli pengadaan baik dari pemohon maupun termohon menyatakan bahwa soal pengadaan merupakan hak direksi.
Saksi ahli pengadaan, Setiabudi, yang dihadirkan KPK menyatakan yang berwenang melakukan perubahan aturan adalah direksi, selama tidak bertentangan Peraturan Menteri BUMN yang menjadi pedoman direksi berwenang melakukan perubahan aturan.
Menurutnya dalam sidang, tidak ada lembaga lain yang berhak menentukan kondisi mendesak. Yang berwenang untuk menentukan pengadaan barang tidak bisa ditunda lagi atau darurat adalah direksi itu sendiri.
Setiabudi menyatakan syarat utama pembelian pengadaan adalah harus bermanfaat bagi masyarakat, untuk itu harga harus efisien atau murah sesuai syarat dan pada akhirnya menguntungkan.
Sebelumnya saksi ahli dari pihak Lino, Hermawan Kaeini, menegaskan masalah pengadaan khusus untuk BUMN atau BUMD dapat mengatur tata caranya sendiri sepanjang sumber dana bukan berasal dari APBN atau APBD.
KPK menetapkan RJ Lino dalam kasus pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) tahun 2010.
Pengadaan QCC yang disebut KPK merugikan keuangan negara tidak sepenuhnya didukung. Kalangan pelaku industri pelabuhan Pontianak mengatakan pengadaan itu signifikan mempercepat pelayanan bongkar muat di pelabuhan tersebut. Pada Agustus 2015, Presiden Joko Widodo memuji kualitas layanan pelabuhan tersebut.
Direncanakan, hakim tunggal yang menangani perkara ini, Udjianti, akan membacakan putusan permohonan praperadilan yang diajukan RJ Lino dan tim kuasa hukumnya pada Selasa mendatang (26/1).
[ald]
BERITA TERKAIT: