Soal Perbudakan Di Atas Kapal, Indonesia Lebih Maju Dari Dunia

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Minggu, 13 Desember 2015, 09:26 WIB
Soal Perbudakan Di Atas Kapal, Indonesia Lebih Maju Dari Dunia
ilustrasi/net
rmol news logo Perbudakan (slavery) di laut ternyata sudah lama terjadi di tengah peradaban modern ini, namun luput dari pengamatan dunia.

Karena itu, pemerintah Indonesia akan serius mengajak negara-negara lain untuk ikut membasmi kegiatan ilegal dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) itu.

Hal itu diungkap oleh Deputi I Bidang Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya, Arif Havas Oegroseno, kepada redaksi beberapa waktu lalu, Minggu (13/12)

Menurut Arif, isu perbudakan itu memang sempat menjadi pembahasan serius saat acara High Level Dialogue on Fishieries and Maritime ke-1 antara pemerintah RI dan Uni Eropa beberapa hari lalu, di Bali.

"Sebetulnya Indonesia lebih maju. Dalam waktu dekat ini Menteri KKP Susi Pudjianti akan membuat program perikanan yang sesuai dengan HAM. Dunia masih belum melihat kasus perbudakan ini menjadi masalah serius," kata Havas.

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Belgia ini pun mengakui masalah perbudakan di laut baru mencuat tiga tahun belakangan. Kasus-kasus perbudakan di laut pun sudah diungkap oleh beberapa LSM atau organisasi kemanusiaan internasional. Kata Havas, masyarakat internasional baru sadar ternyata ada masalah HAM serius di wilayah laut yang selama ini memang sulit terdeteksi.

"Perbudakan di laut tak kelihatan. Kapal besar itu bisa berlayar sampai dua tahun dan tidak pernah ke daratan. Kalau mau isi bahan bakar pun ada kapal kecil yang mendatangi kapal besar. Lama tidak ke darat, orang-orang yang diperbudak kerja di atas kapal itu pun mau kabur bagaimana?" ungkap Havas.

Havas pun mengungkap temuan para pegiat HAM, banyak anak buah kapal yang biasanya bekerja di kapal penangkap ikan besar tidak digaji atau dipaksa untuk kerja murah.

Negara di Eropa sendiri mulai mengawasi ketat ikan-ikan yang masuk ke negaranya harus bebas dari hasil tangkapan ikan hasil perbudakan. Selain itu, negara-negara Eropa juga melarang ikan yang masuk ke negaranya didapatkan dari hasil penangkapan ilegal, selain harus bebas dari penyakit.

"Jadi perbudakan itu menguntungkan pemilik kapal, tapi buruk dari segi HAM," tegas Havas.

Lebih lanjut Havas pun mengatakan pembahasan soal perbudakan di laut ini akan kembali dibicarakan pada High Level Dialogue on Fishieries and Maritime ke II di Eropa pada bulan November-Desember tahun 2016 mendatang. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA