Dinilai Cacat Hukum, Perpres Illegal Fishing Akan Digugat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 19 November 2015, 21:51 WIB
rmol news logo Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No 115 Tahun 2015 mengenai Satuan Tugas (Satgas) pemberantasan penangkapan ikan ilegal (Illegal Fishing).

Menurut Perpres tersebut, satgas illegal fishing akan berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden untuk bertugas mengembangkan dan melaksanakan operasi penegakan hukum di wilayah laut Indonesia.

Dengan demikian sesuai Perpres tersebut secara langsung akan menguatkan peranan dan kewenangan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai komandan Satgas sebagaimana yang diamanatkan dalam Perpres untuk memberantas penangkapan ikan ilegal.

Di lain pihak sejumlah kalangan menilai Perpres tersebut memunculkan setidaknya dua persoalan.  Pertama bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi sehingga cacat hukum. Kedua akan menambah tumpang tindih kewenangan antara instansi yang ada saat ini.

Atas dasar demikian, perpres tersebut mendesak untuk diujimaterilkan agar tidak terjadi tumpang tindih dan cacat hukum yang terjadi dalam proses hukum Indonesia.

"Perpres tersebut dalam kajian kami telah bertentangan dengan lima Undang-undang yang terkait. Undang-Undang No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, Undang-Undang No 45 tahun 2009 tentang perikanan, Undang-Undang 32 tahun 2014 tentang kelautan, Undang-Undang no 3 tahun 2002 tentang pertahanan negara dan Undang-Undang No 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI)," ujar Wakil Direktur Lingkar Studi Strategis (Lingstra) Ryan Muhammad, Kamis, (19/11).

Sebagai contoh, jelas Ryan, Perpres 115 tahun 2015 dalam pasal 6 huruf (b) yang mengatur soal kewenangan otoritas komando bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia dimana pengerahan kekuatan TNI hanya berada pada Presiden, dan dalam hal penggunaan kekuatan TNI hanya berada pada Panglima TNI yang bertanggung jawab kepada Presiden.

Selain itu Ryan juga mengatakan bahwa pembentukan satgas illegal fishing tersebut akan menambah tumpang tindih kewenangan instansi yang mengurusi laut.  Saat ini saja terdapat 13 instansi terkait yang mengurusi laut. Dan persoalan utama yang sekarang terjadi terjadinya adalah adanya tumpang tinding kewenangan dan ego sektoral diantara instansi tersebut.

"Pemerintah seharusnya merampingkan tata kelola kemaritiman Indonesia, dengan memperkuat satu instansi penegakan hukum di laut. Sehingga efesiensi kerja dan anggaran yang ada dapat tepat sasaran dan optimal," ujar Ryan Muhhamad yang saat ini sedang menempuh program pasca sarjana di Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan) ini. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA