Intervensi yang mereka lakukan terhadap kasus yang sudah di P21 oleh kejaksaan adalah pelanggaran pidana serius sesuai dengan KUHAP.
Demikian dikatakan pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf, Senin (5/10).
"Kalau benar Kadivpropam mengatakan bahwa demi 'meluruskan' satu kasus yang sudah di P21, mereka kemudian memanggil dan memeriksa para penyidik, maka ini namanya intervensi proses hukum karena sudah masuk pada materi perkara. Ini sudah bentuk pelanggaran serius karena KUHAP jelas mengatakan penyidik tidak dapat diintervensi dalam melakukan tugas dan kewenanganya," tegas Asep.
Menurutnya, Polri maupun para petingginya sesuai KUHAP tidak boleh mengintervensi dengan alasan apapun tugas dan kewenangan penyidik. Hal itu, tambahnya, yang membedakan antara kelembagaan Polri dengan penyidik. Penyidik memiliki UU sendiri yang namanya KUHAP. Ketika penyidik melaksanakan tugas dan kewajibannya berdasarkan KUHAP maka tidak bisa diintervensi oleh lembaga Polri sendiri maupun para pejabatnya.
"Jika ini dilakukan apalagi diakui maka jelas polisi melanggar aturan hukum yang seharusnya dijaganya. Apapun alasannya intervensi seperti ini melanggar aturan perundangan,†kata Asep lagi.
Dia pun mencontohkan kasus yang dilaporkan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi ke Bareskim Polri. Padahal sudah banyak tuntutan banyak kalangan agar laporan hakim Sarpin tidak ditindaklanjuti.
"Makanya ketika Sarpin ngotot untuk tidak menarik laporannya, maka Polri seperti ditegaskan banyak pejabatnya tidak bisa berbuat apa-apa karena hal itu tergantung juga pada penyidiknya," jelas Asep.
Asep mengingatkan, perkara yang sudah P21 tidak bisa diselidiki dari awal seperti diklaim kepala Divisi Propam.
"Jika sudah P21, maka satu-satunya jalan adalah melimpahkan ke pengadilan. Nanti pengadilan yang memutuskan apakah bukti dan saksi yang diajukan mencukupi atau tidak untuk diputus bersalah atau bebas," tandasnya
.[wid]
BERITA TERKAIT: