"Hal tersebut dikarenakan pelapor melakukan tugasnya selaku hakim yang bernaung, di bawah kekuasaan MA dan terlapor juga menjalankan tugasnya selaku pengawas hakim yang bernaung di KY. Karena pelapor dan terlapor sama-sama dalam kerangka menjalankan tugas negara yang telah diamanatkan oleh Peraturan Perundang-Undangan," ujar Ketua Lembaga Study Advokasi Independensi Peradilan Indonesia (LS-ADIPI) Suhardi Somomoeljono dalam rilisnya di Jakarta.
Masih menurut Suhardi, pelapor sebagai subjek hukum yang bekerja sebagai hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, merasa dirinya telah dicemarkan nama baiknya oleh terlapor, terkait dengan putusannya selaku hakim tunggal dalam Perkara Pra Peradilan yang dimohonkan oleh Komjen Polisi Budi Gunawan. Pihak terlapor melalui media menyebut pelapor sebagai hakim bodoh.
Atas peristiwa tersebut, sambung Suhardi, sangat wajar jika pelapor berupaya mendapatkan perlindungan hukum dengan melaporkan terlapor telah Melanggar Pasal mengenai pencemaran Nama Baik berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
"Maka perlu dipahami secara seksama bahwa tindakan yang dilakukan terlapor adalah tindakan yang wajar dan logis dikarenakan terlapor meyakini bahwa ucapan terlapor adalah dalam rangka mewakili kepentingan KY, sehingga tidak ada hubungannya dengan kepentingan pribadi Terlapor," tambahnya.
Berdasarkan Argumentasi Hukum sebagaimana dimaksud di atas, maka dapat diketahui bahwa baik Pelapor maupun Terlapor sama-sama pada posisi dan kedudukan selaku pejabat negara yang sedang melakukan tugas dan fungsi kenegaraan sebagaimana diatur oleh Konstitusi Republik Indonesia.
Namun, untuk menghindari terjadinya friksi antara penegak hukum tersebut, imbau Suhardi, alangkah lebih baik arif dan bijaksana apabila laporan pidana pelapor kepada terlapor tidak dilanjutkan pada proses pengadilan.
"Indonesia belum memiliki Kode Etik Bersama antar Penegak Hukum dalam kaitannya jika terjadi benturan dilapangan dalam menjalankan masing-masing fungsinya selaku Penegak Hukum," terangnya.
Sehingga, dengan kondisi tersebut para penegak hukum harus tetap dapat menjalankan tugas penegakan hukum (
law enforcement) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, yang berlaku dan tidak mengakibatkan friksi hukum.
Jika perkara pidana pencemaran nama Baik antara pemohon dalam kedudukannya selaku hakim aktif dan termohon dalam kedudukannya selaku anggota komisioner KY aktif tetap dilanjutkan ke tahap pengadilan, maka tidak terdapat dampak positif yang didapatkan oleh pemerintah. Sebaliknya, menurut dia, dampak dari proses persidangan yang berlarut-larut dan melelahkan akan menghasilkan dampak negatif bagi antar penegak hukum khususnya sinergitas antara MA dan KY dalam rangka melaksanakan tugas penegakan hukum.
Untuk itu, seyogyanya setelah Polri menyelesaikan penyidikannya, selanjutnya Kejaksaan Agung melaksanakan kewenangannya untuk melakukan pengesampingan perkara atau deponering. Suhardi pun menerangkan, dalam konteks deponering terbagi dari tiga unsur yang harus dipenuhi yaitu tugas dan wewenang Jaksa Agung Republik Indonesia, tindakan penyampingan perkara, dan demi kepentingan umum.
"Jelas disebutkan dalam undang-undang kejaksaan bahwa Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi. Maka dalam hal ini adalah hak Jaksa Agung Republik Indonesia untuk melakukan deponering," pungkasnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: