Jhonson: Justru, VSI Salah Alamat Seret Lelang Aset BPPN ke DPR

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 24 Agustus 2015, 19:56 WIB
Jhonson: Justru, VSI Salah Alamat Seret Lelang Aset BPPN ke DPR
johnson panjaitan/net
rmol news logo Kuasa Hukum PT Adyaesta Ciptatama, Jhonson Panjaitan mencurigai kasus lelang asset BPPN yang melibatkan Victoria Securities International akan diseret ke ranah politik.

Menurut Jhonson, kasus obral murah aset BPPN ini sejak awal kental aroma korupsi. Kliennya, PT Adyaesta Ciptatama yang merupakan debitur BPPN dengan tunggakan sebesar Rp 266 Milyar telah mengajukan kesanggupan pembayaran tunai sebesar Rp 176 miliar pada tanggal 20 Nopember 2000.

"Anehnya pembayaran itu justru ditolak BPPN yang meminta pelunasan sebesar Rp 247 miliar. Di kemudian hari piutang tersebut dilelang dan dimenangkan oleh PT First Capital senilai Rp 69 miliar. Karena alasan kurang lengkapnya dokumen asset maka First Capital mundur," tegas Jhonson kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Senin (24/8).

BPPN kemudian melakukan program penjualan asset kredit IV (PPAK IV) pada tanggal 8 Juli 2003 hingga 6 Agustus 2003. Lelang tersebut dimenangkan oleh Victoria Securities Internasional dengan harga yang lebih murah lagi, yakni Rp 26 miliar.

Menurut Jhonson, kliennya sudah melalukan penawaran pelunasan kepada Victoria dengan harga di atas penawaran BPPN, yakni Rp 266 miliar (18 April 2013). Namun Victoria justru menaikan harga secara tidak rasional yakni Rp 1,9 triliun. PT Adyaesta kemudian melakukan penawaran ulang sebesar Rp 300 miliar yang direspon Victoria dengan makin melambungkan harga pelunasan sebesar Rp 2 triliun.

Makanya, Jhonson curiga adanya dugaan konspirasi antara BPPN dengan Victoria. Inilah yang disinyalirnya sebagai tindak pidana korupsi. Juli 2013, Jhonson melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi Jakarta. Pihak yang dilaporkan adalah mantan Ketua BPPN Syafruddin Tumenggung, Rita Rassela Direktur PT Victoria Securities International, Susana Tanojo dan Mukmin Ali Gunawan dari Panin Group, Ong Jee Moh orang yang menandatangani akte perjanjian jual beli piutang senilai Rp 26 miliar, dan Cahyadi Ayung.

Jhonson menambahkan, sejak pelaporan Juli 2013 hingga Maret 2015, keenam terlapor sudah diperiksa kejaksaan. April 2015 keluarlah sprindik dari Kejaksaan Agung untuk menyidik kasus ini.

"Nah pada pada 12 Agustus 2015 Kejagung menggeledah kantor Victoria Sekuritas Indonesia, penggeledahan ini bagian dari kasus ini," beber Jhonson.

Menanggapi protes Victoria Sekuritas Indonesia yang menuduh Kejagung telah salah melakukan penggeledahan, Jhonson menegaskan, keduanya beralamat yang sama dan terafiliasi. Justru menurutnya, PT Victoria Sekuritas Indonesia yang salah alamat dengan mengadukan kasus salah penggeledahan ke DPR.

"Ini kental aroma politik. Tidak menutup kemungkinan ada permainan DPR untuk mengacaukan penyelidikan kasus korupsi yang merugikan negara hingga ratusan miliar ini. DPR memang punya kepentingan," tuding Jhonson.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA