Dalam putusan itu Majelis Kasasi bahkan memutus melipatgandakan hukuman Anas, dari pidana 7 tahun penjara menjadi 14 tahun penjara dan mencabut hak politik Anas.
"Itu bagus. Positif," kata Peneliti ICW, Emerson Juntho kepada wartawan di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (15/6).
Secara khusus, Emerson menilai, putusan Hakim Agung Artidjo telah sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi.
"Apalagi ada Artidjo di situ. Kalau tidak ada Artidjo belum tentu 2 kali lipat, belum tentu 14 tahun," kata Emerson
Sebelumnya, Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung (MA) menolak upaya hukum kasasi yang diajukan oleh mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Selain menolak, Majelis Kasasi juga memperberat hukuman Anas dari pidana penjara 7 tahun menjadi 14 tahun.
Majelis juga menghukum mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) itu dengan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan bulan kurungan.
Selain itu Anas juga dihukum harus membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 (Rp 57 miliar lebih) kepada Negara. Apabila uang pengganti ini dalam waktu 1 bulan tidak dilunasinya maka seluruh kekayaannya akan dilelang dan apabila masih juga belum cukup, maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun.
Majelis Kasasi yang terdiri dari 3 hakim agung, yakni Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme itu mengabulkan pula permohonan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK yang meminta agar Anas dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih untuk menduduki jabatan publik.
Majelis berkeyakinan bahwa Anas telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pindak Korupsi juncto Pasal 64 KUHP, Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) serta Pasal 3 ayat (1) huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 l jo UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU.
[sam]
BERITA TERKAIT: