Kekalahan Anas Sejatinya Sudah Diperhitungkan Adnan Buyung

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Rabu, 10 Juni 2015, 01:32 WIB
Kekalahan Anas Sejatinya Sudah Diperhitungkan Adnan Buyung
adnan-anas/net
rmol news logo . Pakar politik senior Muhammad AS Hikam mengatakan, sangat lumrah jika muncul rekasi-rekasi negatif dari anggota keluarga, para pengacara, pendukung, dan simpatisan Anas Urbaningrum terhadap putusan kasasi Mahkamah Agung yang memperberat hukuman Pengadilan Negeri dan Pengadilan tinggi sebelumnya.

Anas divonis oleh majelis hakim kasasi MA, yang dipimpin oleh Hakim Agung Artijo Alkostar, 14 tahun penjara, denda Rp 57 miliar lebih, dan dicabut hak politiknya. Vonis itu lebih berat ketimbang putusan pengadilan sebelumnya, yakni delapan tahun di Pengadilan Tipikor dan tujuh tahun Pengadilan Tinggi Jakarta, serta tidak dicabut hak politiknya.

Jelas AS Hikam, kekalahan dalam langkah hukum kasasi adalah hal yang sejatinya sudah harus diperhitungkan oleh Anas dan pengacaranya, yang notabene dikomandani oleh Adnan Buyung Nasution itu. Setidaknya, kata AS Hikam, mereka sudah tahu bagaimana rekam jejak Hakim Agung Artijo Alkostardalam kasasi-kasasi sebelumnya, khususnya terhadap para terpidana korupsi, yang dikenal tegas dan keras itu.

"Dan kalaupun mereka belum puas, maka masih ada upaya hukum berikutnya, yaitu PK sejauh mereka memiliki novum. Dan mereka tentu berhak untuk berbeda pandangan, kecewa, dan marah mengenai putusan tersebut," kata dia lewat akun facebooknya, Muhammad A S Hikam, Selasa (9/6).

Namun, lanjut AS Hikam, akan sayang jika kekecewaan dan kemarahan dilontarkan untuk membangun opini negatif terhadap Majelis Hakim Agung dan MA, tentu juga akan mengundang kontra opini yang bisa jadi semakin kontraproduktif bagi Anas sendiri.

Misalnya, apakah benar putusan pencabutan hak politik Anas sebagai putusan yang melampaui kewenangan MA, melanggar prinsip kasasi, dan melanggar asas keadilan? AS Hikam yakin pertimbangan yang diberikan oleh majelis cukup jelas, sebagaimana disampaikan oleh Jurubicara MA Suhadi.

Pertimbangan tersebut adalah bahwa majelis yakin: Pertama, Anas telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam secara pidana dalam Pasal 12 huruf a UU TPPU jo Pasal 64 KUHP, Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c UU No 15/2002 jo UU No 25/2003; Kedua, hak Anas untuk dipilih dalam jabatan publik tidak perlu dicabut adalah keliru. MA justru berpendapat bahwa publik atau masyarakat justru harus dilindungi dari fakta, informasi, persepsi yang salah dari seorang calon pemimpin. Kemungkinan bahwa publik salah pilih kembali haruslah dicegah dengan mencabut hak pilih seseorang yang nyata-nyata telah mengkhianati amanat yang pernah diberikan publik kepadanya.

AS Hikam melanjutkan, kecaman dari keluarga Anas bahwa putusan MA hanya cari sensasi, tidak manusiawi, dan karenanya dikutuk, tentu bisa dipahami dari perspektif subyektifitas mereka karena sangat merugikan nama, reputasi, dan mungkin kehidupan mereka.  Namun jika dibandingkan dengan kerugian negara dan rasa keadilan rakyat banyak terkait korupsi para pejabat dan politisi, tentu akan berbeda.

"Setidaknya sangat bisa diperdebatkan. Jika dipandang dari perspektif amanat reformasi untuk memberantas korupsi, justru vonis terhadap AU merupakan salah satu bukti bahwa harapan rakyat sedikit banyak sudah ada yang dipenuhi. Dan sejauh bahwa vonis kasasi tersebut bukan merupakan politisasi atau balas dendam terhadap pribadi atau kelompok tertentu, menurut hemat saya perlu diapresiasi dan dijadikan contoh yang baik (best practice) dalam kiprah penegakan hukum yang kini sering diragukan oleh publik," demikian jebolan Universitas Hawaii di Manoa yang pernah menjabat Menristek era Gus Dur ini. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA