Kasus Novel Baswedan Pertaruhan Kewibawaan Jokowi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Sabtu, 02 Mei 2015, 13:29 WIB
Kasus Novel Baswedan Pertaruhan Kewibawaan Jokowi
as hikam/net
rmol news logo Nasib Novel Baswedan bisa saja mirip tokoh-tokoh tragis dalam film-film thriller jika tidak mendapat dukungan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan yang paling penting dari Presiden Joko Widodo.

Menurut ilmuwan politik, Muhammad AS Hikam, dukungan dari KPK saja bisa jadi tidak cukup karena lembaga ini juga sedang dalam posisi defensif menghadapi pelemahan yang dilakukan para politisi, anggota parlemen, korporasi, birokrasi pemerintah, dan kepolisian.

Jadi, dukungan Presiden Jokowi-lah yang mungkin bisa efektif, seperti halnya ketika Novel Baswedan 'diselamatkan' oleh Presiden SBY dalam episode Cicak Vs Buaya ke-II dulu,” jelas Hikam, lewat opini di halaman akun facebook-nya beberapa saat lalu (Sabtu, 2/5).

Dia juga mengharapkan dukungan masyarakat sipil karena bagaimanapun juga Novel adalah bagian integral dari agenda pemberantasan korupsi yang menjadi salah satu amanat reformasi.

Namun, dia tekankan juga bahwa dukungan masyarakat sipil masih kurang efektif jika tidak ada pengaruh kekuasaan yang riil dari presiden.

"Bahkan ada indikasi bahwa pihak Polri pun masih bergeming ketika orang nomor satu di negeri ini sudah memberi perintah agar NB (Novel Baswedan) tidak ditahan," sesal Hikam.

Dia berharap, pihak Istana (presiden) serius mendukung Novel Baswedan. Apalagi, lanjut Hikam, kasus adik sepupu dari menteri pendidikan Anies Baswedan itu menjadi pertaruhan kewibawaan politik Presiden Jokowi.

"Ketika Presiden Jokowi berkompromi dalam pemilihan Wakapolri (Komjen Budi Gunawan), mungkin Beliau berharap urusan sudah selesai. Sayangnya, yang terjadi malah sebaliknya. Ibarat kata pepatah 'diberi hati malah merogoh ampela' Sedih memang,” sesal Hikam.

Hikam yakin kasus Novel tidak murni penegakan hukum. Semua berawal dari kiprah Novel sebagai penyidik polisi dan penyidik KPK di masa lalu. Novel sering berhadapan dengan elite Polri sendiri. Apalagi, Novel kemudian memilih keluar dari Polri dan bergabung total dengan KPK.

"Ini tentu kian menambah kejengkelan dan kemarahan di lingkungan elite Polri. Ujungnya, NB harus dijadikan target balas dendam,” ungkap mantan Menristek era Presiden Gus Dur ini. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA