Eggi menganggap majelis hakim telah khilaf tentang pasal 39 UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa kriteria penyidik adalah anggota kepolisian atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Yang mana, dakwaan penyidik menjadi dasar pertimbangan hakim untuk menolak nota keberatan Sutan Bhatoegana.
"Juga di KUHAP dinyatakan harus polisi dan PNS, tetapi yang mulia hanya melompat langsung pasal 45. Kekhilafan ini karena dakwaan sangat menentukan untuk penuntutan dan seterusnya, kemudian memutuskan," jelasnya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Rasuna Said, Senin (27/4).
Eggi menyatakan, tidak ada pendapat dari majelis hakim atas keberatan-keberatan yang pernah disampaikan penasihat hukum terhadap dakwaan kliennya.
"Tidak ada pendapat dari yang mulia, itu semua copy paste. Pertanyaan seriusnya, kewenangan kami dari advokat apa, kok tidak dipertimbangkan. Kewenangan sebagai advokat sebagai pembela, kenapa dari penyidik saja yang di-copy paste," bebernya.
Eggi menengarai, kliennya tetap bakal divonis bersalah oleh majelis hakim karena majelis melewatkan pasal mengenai syarat-syarat penyidik dalam menangani satu perkara di KPK.
"Prediksi intelektual saya walaupun klien kami ini tidak bersalah tetap nanti dinyatakan bersalah, jadi sia-sia lah," ujarnya.
"Jadi, lebih baik yang mulia tidak usah lagi sinetron sidang, putuskan saja apa yang diputuskan," lanjut Eggi.
Eggi pun sempat adu argumen dengan Ketua Majelis Hakim Artha Theresia saat dirinya diminta untuk menguraikan apa yang diyakininya sebagai mekanisme banding.
"Semua yang saudara terangkan secara lisan akan dicatat dalam berita acara persidangan. Tetapi untuk kebaikan dan kepentingan klien saudara, akan lebih baik dituangkan secara tertulis di dalam memori banding saudara dan bukan di sini," jawab hakim Artha.
[wid]
BERITA TERKAIT: