Hakim Wajib Stop Kasus Ade Sutisna

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Selasa, 31 Maret 2015, 02:54 WIB
Hakim Wajib Stop Kasus Ade Sutisna
rmol news logo Penetapan tersangka Ade Sutisna oleh Polres Bogor tidak sah secara hukum. Pasalnya, Ade ditetapkan sebagai tersangka pencurian tanah dengan pemberatan padahal objek perkara yang dituduhkan oleh Polres Bogor tersebut masih dalam proses sengketa perdata terkait siapa pemiliknya.

Demikian pandangan ahli hukum pidana Dr. Mompang Panggabean ketika hadir sebagai saksi ahli dalam sidang praperadilan sengketa tanah yang dilayangkan Ade Sutisna terhadap Kapolres Bogor AKBP Sonny Mulvianto Utomo di Pengadilan Negeri Cibinong, Kabupaten Bogor, Senin (30/3).

Hal itu, kata Mompang, mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 1 Tahun 1956 dan Surat Edaran MA (Sema) No 1 Tahun 1980 dan Surat Edaran Kejaksaan Agung dalam aturan teknis nomor B.230/E/Ejp/01/2013 tentang penanganan perkara tindak pidana umum yang objeknya berupa tanah, yang ditandatangani oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

"Jadi, dalam kasus ini siapa pemilik tanah seperti diatur dalam Pasal 81 KUHP. Yurisprudnsi kepemilikan tanah harus terang lebih dulu sebelum dilanjutkan proses pidana. Proses perdata berjalan lebih dulu, jadi menurut hemat saya harus menunggu incrah (berkekuatan tetap) dalam kasus perdata," papar dia.

Perkara perdata terkait persoalan tanah yang digunakan Polres Bogor untuk menjerat Ade diajukan oleh Haji Umar bin Djaelan bin Raden Tjepot Kaeran dan prosesnya hingga saat ini masih tahap banding di Pengadilan Tinggi Jawa Barat dengan registrasi perkara perdata nomor 208/Pdt.G/2013/PN.Cbn.

Umar adalah pemberi kuasa kepada Ade Sutisna sesuai dengan perjanjian surat kuasa pada 13 Oktober 2013 dan 10 Nopember 2014, kemudian disusul surat mandat tugas tertanggal 10 November 2014 untuk pembenahan tanah seluas 13 hektar di blok Leweung Cepot, Kampung Bojong Kaso, Desa Cileungsi Kidul, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor.

Perma No 1 Tahun 1956, jelas Mompang, bisa saja pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu. Meskipun dalam Perma dan Sema dalam penafsiranya tidak diatur secara sistematis, namun hal itu dirinci dalam Pasal 81 KUHP.

Memang penyidik dibentengi azas legalitas namun terpenuhi atau belum perkara sengketa kepemilikan tanah, penyidik harus jeli dalam menanganinya. Hal ini berlaku meski berkas perkara sudah dinyatakan lengkap atau P21 oleh Jaksa Penuntut Umum.

"Jadi menurut hemat saya kembali oleh Jaksa penuntut. Akan menimbang apakah cukup bukti-bukti untuk menyerahkan ke pengadilan. Karena surat dari Kejaksaan Agung dalam kasus sengketa tanah, harus hati-hati," kata Mompang dihadapan hakim tunggal Erenst Jannes Ulaen.

Dosen Fakultas Hukum Pidana Universitas Kristen Indonesia ini mengatakan karena saat ini proses pidana terhadap Ade Sutisna sudah berjalan, maka harus menungu keputusan dari praperadilan. Perma dan Sema harus menjadi dasar hukum apakah perkara pidana yang dituduhkan Polres Bogor terhadap Ade bisa diteruskan atau tidak.

"Dalam perkara ini kewajiban dan kewenangan hakim. Kalau Kewajiban mau tidak mau harus dilakukan (penghentian perkara pidana). Kalau kewenangan masih ragu-ragu bisa di pertimbangkan," papar dia.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA