Para pengiat dan pemerhati hukum menyebut opsi ketiga itu ada. "Hakim bisa bersifat netral atau menyatakan kurang lengkap pihak yang dibawa ke pengadilannya," ucap Direktur Eksekutif Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman kepada redaksi, Minggu (15/2).
Boyamin menilai, kemungkinan ini cukup besar. Pasalnya, saat persidangan pekan kemarin, kubu Budi tidak bisa menghadirkan pihak Bareskrim Mabes Polri yang pernah menangani kasus rekening gendutnya. Hasil penyelidikan Bareskrim hanya disampaikan pengacara Budi.
"Hakim kan tidak tahu proses penyelidikan di Bareskrim dulu. Tapi pihak Budi tidak bisa menghadirkan Bareskrimnya, hanya klaim dari pengacaranya. Jadi, bisa saja ditanyakan kurang lengkap," jelasnya.
Jika betul dinyatanya kurang lengkap, urusannya jadi panjang lagi. Budi bisa mengajukan gugatan baru dengan melengkapi pihak terkait. "BG bisa gugat lagi dengan melengkapi pihak itu," jelas Boyamin.
Pakar hukum Universitas Trisaksi Yenti Garnasih juga menilai ada kemungkinan hakim memilih opsi ketiga. Namun, opsi ketiga yang dia maksud adalah menyatakan tidak berwenang. "Paling-paling kemungkinan menyatakan perkara tidak bisa diperiksa alias NO," jelasnya kepada redaksi.
Jika merujuk Pasal 77 KUHAP, kata Yenti, memang perkara yang diajukan Budi harusnya tidak diperiksa. Dalam pasal itu, yang bisa dipraperadilakan adalah penahanan, penangkapan, penghentian penyidikan dan penuntutan.
Namun, arti menyatakan tidak bisa diperiksa atau NO sama saja dengan menyatakan menolak gugatan Budi. Karena dengan NO itu, berarti memang status tersangka Budi tidak bisa digugat.
Soal tekanan, Yenti menyebut bagi hakim tekanan adalah hal biasa. Dalam setiap menangani perkara, hakim pasti mendapat tekanan. Tapi, hakim Sarpin tidak boleh takut dengan tekanan dari manapun. "Apalagi saat ini dia kan sedang disorot. Jadi, dia harus memutus yang betul-betul dia yakini, agar dia dipercaya masyarakat lagi," jelasnya.
[rus]
BERITA TERKAIT: