Penjelasan tersebut mengejutkan. Karena, pernyataan tersebut keluar dari Dosen Filsafat Hukum dari Universitas Padjajaran, Bernard Arif Sidharta, yang dihadirkan sebagai saksi ahli KPK. Sementara para "pendukung" KPK selama ini menilai praperadilan Budi Gunawan tidak sah.
"Kalau memang itu (penetapan tersangka) disebabkan penyalahgunaan kekuasaan itu bisa di praperadilan-kan," kata Bernard di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (13/2).
Bernard menjelaskan, secara historis lembaga praperadilan di Indonesia diadopsi dari lembaga praperadilan di luar negeri, khususnya di Inggris. Setiap warga negara, kata dia, bisa mengajukan keberatan jika merasa penegak hukum berbuat sewenang-wenang.
Awalnya, Hakim tunggal Sarpin Rizaldi mengajukan pertanyaan kepada Bernard seputar kewenangan praperadilan menyidangkan penetapan tersangka seseorang. Dia meminta Bernard berandai-andai dijadikan tersangka secara sewenang-wenang oleh penegak hukum.
"Saudara ditetapkan sebagai tersangka, tapi Anda merasa itu sewenang-wenang. Keberatan tidak?" tanya Sarpin.
"Bahwa saya diperlakukan seperti itu, tentu saya keberatan. Tapi supaya yakin, tunggu sidang praperadilan-nya," jawab Bernard.
Kuasa hukum Budi Gunawan tidak mau kalah mengajukan pertanyaan seputar penetapan tersangka yang bisa diuji di praperadilan ini.
"Menyangkut pertanyaan hakim tadi, apabila penetapan tersangka sewenang-wenang, ke mana minta keadilan ini?" tanya Maqdir Ismail, kuasa hukum Budi Gunawan.
"Praperadilan," jawab Bernard singkat.
[ald]
BERITA TERKAIT: