Pasalnya, sejak awal pihak Tutut bersama PT Berkah Karya Bersama sudah menandatangi investment agreement tentang penyelesaian sengketa hanya lewat Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), namun dalam perjalanannya membawa kasus sengketa kepemilikan PT. CTPI ke Mahkamah Agung (MA) dan lembaga peradilan di bawahnya.
"Pengingkaran terhadap seluruh atau sebagian isi kontrak sama saja terhadap pengingkaran moral dan hukum yang dianut dalam prinsip privity of contract yang memiliki kesucian kesepakatan itu," terang Akademisi Hukum Zainal Arifin Hoesein ketika menjadi pembicara dalam diskusi di Gedung Universitas Nasional (Unas), Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (21/1).
Menurut dia sebuah investment agreement harus disepakati sebagai suatu kesepakatan yang melahirkan hukum baru bagi para pihak yang mengikatkan diri.
"Karena itulah dikenal adanya doktrin the sanctity of contract atau kesucian kontrak dan doktrin pertanggungjawaban kontrak atau contractual liability," kata dia.
Lebih jauh, kata Zainal seperti tertulis dalam keterangan pers yang diterima redaksi, kedua pihak yang mengikatkan diri dalam kesepakatan hukum harus menghormati setiap perjanjian karena memiliki nilai moral dan hukum yang harus dijunjung tinggi. Untuk itulah, dengan membawa perkara menyangkut PT. CTPI ke MA dan lembaga peradilan di bawahnya, Tutut bisa dianggap telah melanggar moral dan hukum.
"Moral dan hukum itu terhormat dan suci, sehingga kewajiban setiap pihak menghormati itu. Jadi, pengingkaran (terhadap kesepakatan) sama saja pengingkaran terhadap nilai moral dan hukum," demikian Zainal.
[dem]
BERITA TERKAIT: