RN (Raden Nuh) tetap bersikukuh tidak memeras pelapor, Abdul Satar dan Wahyu Sakti Trenggono. Urusan RN hanya terkait uang kerjasama iklan antara Asatunews.com dan Telkom,†ujar Endi Martono, pengacara Raden Nuh cs dari ND Solicitor, law firm milik eks Kapolda Metro Jaya, Noegroho Djajoesman kepada wartawan (Selasa, 18/11).
Endi menjelaskan, RN bilang secara tidak langsung kerjasama berbentuk iklan tersebut bertujuan untuk meredam†kasus MPLIK yang menyeret AY, seorang menteri dari Kabinet Kerja yang sebelumnya menjabat Direktur Utama PT Telkom Tbk. Adapun pemberitaan kasus MPLIK, kata Endi, sebetulnya sudah disiarkan oleh banyak media sejak 2013.
Klien kami mengaku hanya copas (copy paste) dan mengembangkan atau mendalami informasi kasus tadi dari berita di media-media. Disinyalir media seperti TEMPO dan Detik sebelumnya gencar memberitakan kasus tapi kemudian memperhalus dan menyetop berita itu. Selanjutnya diduga, di media tersebut muncul berbagai jenis iklan dari Telkom, mulai kegiatan CSR, keberhasilan kinerja perseroan di bawah kepemimpinan AY hingga klarifikasi bantahan kasus MPLIK itu sendiri,†jelas Endi.
Biaya iklan berita pengamanan itu miliaran. Ya itungan kasar, ditaksir TEMPO paling banyak kecipratan, minimal Rp 3-5 miliar. Sisanya pengamanan kasus MPLIK juga mengalir ke sejumlah pihak, antara lain LSM, oknum institusi hukum, oknum DPR, konsultan dan sebagainya,†imbuhnya.
Diketahui, kasus korupsi MPLIK dan PLIK saat ini ditangani oleh Kejaksaan Agung. Sudah ada dua tersangka namun belum ditahan yakni Santoso Serad, Kepala Badan Penyedia dan Pengelola Pembiayaan dan Informatika (BP3TI) Kominfo dan Doddy Nasiruddin Achmad, Direktur PT Mulia Data Rancana Prima. Diketahui pula, Arief Yahya dua kali mangkir dari panggilan Kejaksaan sebagai saksi. Pihak Kejagung membantah kasus jalan di tempat.
Menurut berita dan laporan LSM, dari total proyek MPIK dan PLIK senilai Rp 1,4 triliun, Arief diduga mengorupsi Rp 28,5 miliar. Persisnya berupa uang muka yang disetor BP3TI Kominfo ke PT Geosys sebagi rekanan Telkom untuk proyek MPLIK. Nah PT Geosys ini disinyalir hasil penunjukan langsung Arief Yahya sewaktu menjabat Direktur Enterprise &Wholesale PT Telkom. Uang muka dari BP3TI kadung disetor tapi perusahaan itu malah fiktif dan gagal mengerjakan proyek MPLIK di berbagai daerah.
Seharusnya kepolisian atau KPK justru serius mengembangkan kasus di Telkom. Bukan malah menangani kasus ecek-ecek yang dituduhkan kepada RN. Sebagai informasi, Abdul Satar dan Trenggono, adalah bos PT Tower Bersama Grup, rekanan Telkom. Rasanya bukan kebetulan kalau mereka melapor dan menuduh RN memeras,†ujar seorang pengamat.
Toh begitu, sebelumnya kepolisian tetap yakin kalau Raden cs tetap terlibat memeras terhadap pelapor.
"RN tetap terlibat pemerasan Rp 358 juta, ketiga tersangka terlibat pemerasan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, di kantornya, Senin (10/11). Rikwanto membantah pernyataan pengacara Raden yang lain, yang menjelaskan uang Rp 358 juta tersebut merupakan biaya operasional untuk media asatunews.com hasil kerja sama tersangka dengan pemilik PT TBIG Abdul Satar.
Ia meluruskan, kerjasama yang dilakukan antara tersangka dengan pelapor batal dilakukan karena terjadi ketidaksepakatan.
"Awalnya ada seperti kerjasama, ada proposal yang dibicarakan. Dalam proposal itu ada yang tidak disetujui, pelapor tidak mau melakukan pembayaran di muka," kata Rikwanto.
Ia menjelaskan, setelah Abdul Satar enggan melakukan pembayaran di muka, tersangka mulai memeras pelapor. "Jadi awalnya seolah-olah ada pemerasan," ujar Rikwanto.
[dem]