Pertama, Jokowi harus melibatkan orang yang latar belakangnya non parpol. Dan kedua, tidak pernah menjadi pengacara dari koruptor.
"Kalau dari parpol nanti muncul konflik kepentingan dalam pemberian PB (pembebasan bersyarat)," kata peneliti ICW, Emerson Yuntho, di Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta Selatan, Senin (22/9).
Peneliti yang biasa disapa Econ itu mengatakan, menteri dari kalangan profesional memang akan jauh dari kepentingan politik. Asalkan, calon menteri itu bukan mantan pengacara koruptor.
Dia mencontohkan Menkumham saat ini, Amir Syamsuddin yang berpolitik di partai dan juga mantan pengacara koruptor kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syamsul Nursalim.
"Kita agak bingung, Pak Menteri kapasitasnya dari parpol dan bekas pengacara korupsi. Jadi posisi dia itu berpihak pada siapa? Parpol atau klien terpidana kasus korupsi," ujar Econ.
Menteri dari profesional, lanjutnya, menjadi penting dalam komitmen pemberantasan korupsi. Paling tidak, untuk tidak memberikan pembebasan bersyarat kepada koruptor.
"Paling tidak, kita bicara soal komitmen dukungan Kemenkumham dalam pemberantasan korupsi. Dan paling tidak, tidak muncul pemberian remisi dan PB itu tiap tahun," tandasnya.
[ald]