Persepsi tersebut bahkan dibangun secara sistematis dan dalam waktu yang tidak singkat.
"(Persepsi) Dilakukan secara bertalu-talu dan bergelombang bahwa benar terdakwa (Anas) menerima gratifikasi Mobil Toyota Harrier dari PT Adhi Karya," kata Anas dalam pledoi (nota pembelaan) pribadi yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/9).
Anas menjelaskan, opini menerima gratifikasi tersebut dijadikan dasar penetapan dirinya sebagai tersangka untuk kemudian dibawa ke segala arah hingga perkara masuk persidangan. Padahal, sesungguhnya hal itu sama sekali jauh dari kebenaran.
"Ujungnya ada di dalam surat dakwaan bahwa sesuatu yang bukan gratifikasi dijadikan gratifikasi," demikian eks Ketua Umum DPP Partai Demokrat itu.
Seperti diketahui, dalam pendahuluan surat tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa terdakwa Anas Urbaningrum dan penasehat hukumnya terjebak dalam membangun persepsi.
Padahal, perkara yang disidangkan adalah masalah hukum yang tidak dibangun dari asumsi atau persepsi.
Ketua Tim JPU, Yudi Kristiana mengatakan upaya membangun persepsi tersebut terlihat dari upaya intimidasi yang dilakukan oleh terdakwa dan penasehat hukumnya terhadap saksi Aan yang merupakan bekas sopir dari saksi Muhammad Nazaruddin.
[zul]
BERITA TERKAIT: