"KPK bersyukur, sidang kasus Century akhirnya berhasil di gelar pada hari ini. Tepat setelah 1 tahun 3 bulan kasus ini yang penyidikannya dimulai sejak tanggal 17 Desember 2013 dan disidang pada hari ini. KPK mengucapkan terima kasih atas seluruh doa, dukungan dan kepercayaan masyarakat yang tiada henti," terang dia dalam keterangannya, Kamis (6/3).
Meski, lanjut dia, dalam perjalanannya kasus korupsi Rp 6,7 triliun ini nampak sangat dipolitisasi oleh sejumlah kalangan. Salah satunya, berasal dari kalangan dewan Senayan.
"KPK menyadari, ada banyak pihak yang mencoba mempolitisasi, menyebarkan fitnah dan tuduhan untuk menghancurkan legitimasi dan kredebilitas KPK oleh beberapa orang anggota dewan yang motifnya jelas bukan untuk pemberantasan korupsi," terang dia tanpa merinci.
Ke depan, bekas Ketua YLBHI ini berharap agar masyarakat dapat mengikuti proses penanganan hukum Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Budi Mulya di Persidangan. Hal itu penting agar obyektifitas persidangan dapat ditegakkan.
"Semoga dapat dihindari pernyataan-pernyataan yang mengganggu proses persidangan yang fairness," terang dia.
Budi Mulya didakwa menyalahgunakan kewenangan atau tindakan melawan hukum terkait penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Budi Mulya dianggap merugikan keuangan negara sebesar total Rp 7,4 miliar.
Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa Budi Mulya bersama-sama dengan Wakil Presiden (Wapres) Boediono dan mantan Deputi Gubernur Senior BI, Miranda Swaray Gultom melakukan tindak pidana korupsi di bailout Bank Century.
"Terdakwa selaku Deputi Gubernur BI melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Boediono selaku Gubernur BI, Miranda S Goeltom selaku Deputi Senior BI, Siti C Fadjriah selaku Deputi Gubernur Bidang 6, Budi Rochadi (almarhum) selaku Deputi Gubernur Bidang 7, serta bersama-sama dengan Robert Tantular dan Harmanus H Muslim dalam kaitannya dengan pemberian FPJP," kata jaksa KMS Roni saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/3).
Budi Mulya juga didakwa bersama-sama dengan Muliaman Hadad selaku Deputi Gubernur 5, Hartadi A Sarwono Deputi Gubernur Bidang 3, Ardhayadi M selaku Deputi Gubernur Bidang 8 serta Raden Paerdede selaku Sekertaris KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) dalam kaitannya dengan proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Menurut Roni, terdakwa selaku Deputi Gubernur BI Bidang 4 yang membawahi Pengelolaan Moneter dan Devisa melakukan perbuatan melawan hukum terkait pemberian FPJP ke Bank Century sebesar Rp 689.394 miliar.
Padahal, telah dilakukan perubahan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 10/20/PBI/2008 tanggal 14 November 2008 yang intinya, peraturan itu merevisi persyaratan bank penerima FPJP, dari semula bank harus memiliki CAR minimal delapan persen menjadi CAR hanya positif saja.
Dengan tujuan, Bank Century memenuhi syarat untuk mendapatkan FPJP. Padahal, Pada 30 September 2008, CAR Bank Century hanya positif 2,35 persen.
Kemudian, aturan PBI No.10/26/PBI/2008 tentang FPJP Bagi Bank Umum tanggal 30 Oktober 2008 sebelumnya mensyaratkan bank umum yang bisa memperoleh FPJP harus memiliki CAR minimal delapan persen.
Atas perbuatannya, lanjut Roni, merugikan keuangan negara sebesar Rp 689.394 miliar terkait pemberian FPJP dan sebesar Rp 6,742 triliun terkait pemberian penyertaan modal sementara.
Budi Mulya juga didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1 miliar. Kemudian, Hesyam al Waraq dan Rafat Ali Risvi selaku pemegang saham dan pengendali Bank Century sebesar Rp 3,115 triliun. Serta, memperkaya Robert Tantular pemilik Bank Century dan pihak-pihak terkait sekitar Rp 2 triliun. Selanjutnya, memperkaya PT Bank Century terbuka sebesar Rp 1,581 triliun.
Atas perbuatannya, terhadap Budi Mulya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, dalam dakwaan primer. Serta, Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, dalam dakwaan Subsider. Dengan ancaman hukum maksimal 20 tahun penjara.
[rus]
BERITA TERKAIT: